~~~ Selamat untuk PRODI AGRIBISNIS PERIKANAN (Prodi AGP) Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo telah ter Akreditasi B oleh BAN PT, semoga di masa depan menjadi lebih BAIK ~~~ ... Aamiin ya robbal aalamiin... ~~~ <<< sukses untuk Prodi AGP >>>
Showing posts with label Perikanan. Show all posts
Showing posts with label Perikanan. Show all posts

Friday, September 17, 2021

KKP Resmi Punya Logo Baru

JAKARTA (17/9) - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono meluncurkan logo baru kementerian sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 36 Tahun 2021 tentang Logo Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Penggunaannya. Peluncuran logo baru berlangsung di Gedung Mina Bahari III, Jakarta Pusat pada Jumat (17/9/2021).

"Alhamdulillah, setelah melalui proses panjang dan segala macam sensitivitasnya semua sudah dilalui dan akhirnya hari ini diresmikan logo baru. KKP harus bangkit, KKP harus hebat. Mari bekerja dengan semangat baru dengan logo baru untuk NKRI maju," ujar Menteri Trenggono dalam sambutannya.

 

Logo baru terdiri dari enam elemen, terdiri dari lambang Garuda Pancasila, matahari terbit, jangkar, trisula, ombak laut, dan infiniti. Filosofi logo baru tersebut sejalan dengan tiga program terobosan KKP periode 2021 - 2024 yang bermuara pada keseimbangan ekologi dan ekonomi.

 

Meliputi peningkatan PNBP dari sumber daya alam perikanan tangkap untuk peningkatan kesejahteraan neyalan melalui kebijakan penangkapan terukur di setiap Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Kemudian pengembangan perikanan budidaya untuk peningkatan ekspor yang didukung riset kelautan dan perikanan. Serta pembangunan kempung-kampung perikanan budidaya tawar, payau dan laut berbasis kearifan lokal.

 

Proses perubahan logo menurut Menteri Trenggono mencerminkan inklusivitas sebab melibatkan seluruh tingkatan, dari jajaran pimpinan hingga petugas lapangan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

 

Sebelum pergantian logo, Menteri Trenggono lebih dulu menggagas tagline KKP Rebound yang berarti menciptakan semangat kebangkitan, pembenahan tata kelola, dan peningkatan kinerja secara berkesinambungan.

 

"Logo baru KKP dibuat dengan semangat mewujudkan masyarakat kelautan dan perikanan yang sejahtera dan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berdaulat, mandiri, berkepribadian, serta berlandaskan gotong royong sesuai dengan prinsip ekonomi biru," terangnya.

 

Sementara itu, Sekretaris Jenderal KKP Antam Novambar memaparkan penetapan logo baru melalui berbagai tahapan sejak beberapa bulan lalu. Mulai dari beauty contest yang diikuti seluruh perwakilan eselon I lingkup KKP yang berhasil memperoleh 39 usulan logo.

 

Selanjutnya dilakukan seleksi oleh tim ahli dan survei yang melibatkan seluruh pegawai KKP baik ASN maupun Non ASN. Sampai akhirnya terpilih satu logo untuk mewakili perubahan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.

 

"Kita telah melewati sejumlah proses dalam mempersiapkan perubahan logo KKP. Puncaknya adalah pengundangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 36 Tahun 2021 tentang Logo Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Penggunaannya," terang Antam.

 

Logo KKP tidak pernah mengalami perubahan besar sejak kementerian ini berdiri pada tahun 1999. Sehingga dengan adanya logo baru, Antam, berharap memberikan identitas baru yang menjadikan KKP sebagai kementerian yang terus bergerak ke arah lebih baik.

 

"Harapannya juga KKP terus berkembang, mampu mendorong sektor kelautan dan perikanan sebagai prime mover ekonomi bangsa, serta menjadi salah satu pilar dalam mewujudkan kedaulatan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan demi Indonesia yang kuat dan berwibawa," pungkasnya.

 

Peluncuran logo baru KKP diselenggarakan secara luring dan daring. Diikuti oleh jajaran KKP di kantor Pusat dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang tersebar di penjuru Indonesia. Dengan resminya peluncuran logo baru, sejumlah logo yang ada di kantor pusat KKP juga sudah berganti. Begitu pun logo-logo yang ada di website maupun aplikasi resmi KKP.

 

BIRO HUMAS DAN KERJA SAMA LUAR NEGERI

 Annisa Puspa Mega    17 September 2021   Dilihat : 2621

Monday, November 25, 2013

Proyek Break Water Tak Kunjung Usai, Nelayan Pacitan Unjuk Rasa


Pacitan - Proyek pembangunan break water (pemecah ombak) di tempat pendaratan perahu Kowang Desa Jetak Kecamatan Tulakan, Pacitan menyisakan masalah. Nelayan setempat mengeluhkan tak kunjung selesainya proyek yang didanai APBD tersebut.

Pasalnya, penimbunan bibir pantai menggunakan bongkahan batu besar justru menyebabkan perahu kesulitan bersandar.

"Jangankan perahu besar, perahu kecil seperti ini saja kesulitan bersandar karena nyangkut di batu," keluh Ali, seorang nelayan setempat sambil menunjuk perahu kecil berbahan kayu miliknya, Senin (25/11/2013).

Tak hanya menyisakan masalah bagi pemilik perahu, pembangunan proyek yang menelan anggaran lebih dari Rp 1 miliar, juga membuat warga lain merugi. Ini terkait pemanfaatan material dari lahan milik warga sekitar. Padahal, mereka suka rela menyerahkan material berupa batu untuk digunakan menimbun lokasi berak water.

Sebelumnya, lanjut Ali, atas kesepakatan dengan pihak pelaksana proyek, warga bersedia menebang seluruh tanaman di atas lahan miliknya. Selanjutnya, bongkahan batu yang terdapat di atasnya akan diangkut dan dibawa ke lokasi proyek. Buktinya, warga sudah terlanjut menebangi tanaman, namun janji pelaksana tak kunjung dipenuhi.

"Padahal informasinya, batas akhir pelaksanaan proyek tgl 25 November ini. Lha terus bagaimana ini," tandas Ali.

Pantauan detikcom, hingga pukul 16.00 WIB, puluhan nelayan masih berkumpul di lokasi proyek break water. Mereka beraudiensi dengan pihak pemerintah daerah yang diwakili Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan M. Yusuf Hariadi. Warga berencana menahan alat berat hingga ada kepastian penyelesaian proyek tersebut. 

Sumber : Purwo S - detikNews

Monday, October 21, 2013

Revitalisasi Tambak, Tingkatkan Percaya Diri Produsen Udang

    Program revitalisasi tambak udang melalui tambak demfarm yang digulirkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sejak tahun 2012 telah mengubah cara bertambak para pembudidaya udang di wilayah Pantai Utara (Pantura) khususnya di wilayah Banten dan Jawa Barat. “Tujuan awal dari program ini adalah untuk merubah mindset petambak dari semula bertambak secara individual menjadi komunal (sistim klaster/kelompok) serta memperkuat jiwa kewirausahaan di kalangan petambak tradisional. Sistim klaster diperlukan sekali agar petambak bisa mengendalikan musim tanam, asal usul benih yang berkualitas, prosedur pemeliharaannya, dan sangat bermanfaat bagi pengendalian serta isolasi penyakit”, kata Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto di Jakarta (21/10).

Saat ini para pembudidaya udang yang dulunya bertambak secara tradisional dan sekarang telah tergabung dalam satu kelompok serta bertambak dalam satu klaster, sudah bisa bernafas lega. Salah satu petambak udang demfarm yang berhasil adalah Carkimudin. Petambak yang sekaligus Ketua KUD Karya Bukti Sejati ini telah membuktikan bahwa budidaya dengan sistem tertutup dalam satu klaster mampu menghasilkan panen 10 ton dari 1 ha tambak dan sudah tercapai pada siklus pertama budidaya udang yang dilakukan.

“Saya tidak menyangka bahwa di daerah sini masih bisa memproduksi udang sebanyak itu. Sebelum adanya program ini, daerah tambak di Subang banyak yang mangkrak karena para pemiliknya sudah tidak mau dan mampu lagi menjalankan usaha budidaya udang. Sekarang, dengan melihat keberhasilan panen udang, tambak-tambak yang tadinya mangkrak mulai banyak dikelola oleh pemiliknya dengan modal sendiri”, katanya.

Bantuan program KKP melalui revitalisasi tambak udang, pada tahun 2012 diberikan dalam bentuk barang berupa plastik mulsa, kincir, pompa air, genset, benih udang dan juga pakan. Sedangkan untuk program revitalisasi tambak 2013, diberikan dalam bentuk plastik mulsa, kincir, pompa air, dan genset. “Hal ini untuk lebih meningkatkan rasa memiliki petambak udang terhadap program revitalisasi tambak, dan sekaligus membuka pintu perbankan untuk lebih berperan sejak awal dalam pemberian bantuan modal kepada petambak dalam mengelola usaha budidaya udang”, tambah Slamet.

KEMITRAAN

Selain berbasis pembentukan klaster atau kelompok, prinsip dari program revitalisasi adalah berbasis masyarakat. Sehingga diperlukan adanya mitra untuk menjamin operasional tambak, keberhasilan usaha dan pasar. “Mengapa kemitraan, karena pembudidaya tradisional belum mampu berbudidaya tambak dengan teknologi yang dianjurkan sehingga diperlukan modal dan teknologi serta jaminan pasar yang dimiliki oleh mitra”’ ungkap Slamet.

Pola kemitraan ini sifatnya saling menguntungkan. Petambak udang lebih mudah mendapatkan sarana produksi tambak dan mempermudah dalam pemberian bantuan modal oleh perbankan kepada petambak karena menggunakan mitra sebagai agunan.

“Pola kemitraan dalam program revitalisasi tambak ini sangat menguntungkan pihak petambak dan mitra. Petambak mudah mendapatkan sarana produksi tambak karena difasilitasi oleh mitra, sedangkan mitra memiliki kepastian usaha karena dibantu petambak dalam menjalankan usahanya. Apalagi kalau dibentuk koperasi sebagai wadah, petambak dan mitra akan sama-sama terjamin dalam melakukan usahanya, karena sudah ada koperasi sebagai wasit”, ungkap M. Hikmat Darmawan, seorang mitra tambak demfarm di wilayah desa Kemayungan, Kec. Pontang, Kab. Serang, yang lahannya di jadikan lokasi tambak demfarm dan dikelola oleh petambak udang di sekitarnya.

Saat ini sudah terbentuk Koperasi Putra Serang Mandiri yang beranggotakan 90 orang petambak yang masing-masing mengelola 1 hektar tambak udang. Melalui koperasi, pihak perbankan sudah bersedia memberikan KUR (Kredit Usaha Rakyat), yaitu BTN (Bank Tabungan Negara ) dan BRI (Bank Rakyat Indonesia) dengan total sebanyak Rp 8 miliar. “Diberikan kepada setiap petambak kisaran Rp 450 - 500 juta dengan jangka waktu pengembalian selama 3 tahun dan bunganya sebesar 13 % per tahun”, kata Hikmat.

Hal senada juga disampaikan oleh Mina Permana, Ketua Koperasi Putra Serang Mandiri, yang mengatakan bahwa selain untuk mengelola aset permodalan milik bersama, koperasi juga menciptakan kebersamaan di antara pembudidaya.  Anggota kelompok koperasi juga diperbolehkan menabung ataupun meminjam uang dari koperasi. Dan agar lebih berdaya guna, Koperasi Putera Serang Mandiri juga membuat produk olahan ikan yang dipasarkan ke daerah sekitar. “Hasil olahan buatan kelompok sudah ada seperti kerupuk dari rumput laut,” ujar Mina.
Lain cerita dengan tambak demfarm di wilayah Indramayu, tepatnya di Desa Sukajaya Kec. Indramayu. H. Maftuchin, Ketua Kelompok Vaname Jaya 3, yang beranggotakan 10 orang petambak  mengungkapkan bahwa awalnya dia hanya mampu berbudidaya udang di lahan yang dimilikinya saja, tetapi melalui program tambak demfarm, dengan bantuan peralatan dan sarana produksi tambak lainnya, saat ini kelompoknya sudah mengembangkan 20 ha tambak di luar tambak yang sudah ada.

“Dari dulu sebenarnya ingin berkembang, tapi modalnya kurang, dengan program ini, kami bangga sekarang bisa mandiri dan bahkan nambah lahan buat nanam udang. Rencananya udah ada 20 ha, 8 ha sudah jadi tinggal nunggu di tanam udang, yang sisanya masih diperbaiki tambaknya. Ini lagi semangat nanam udang, karena harganya lagi naek, size 30 harganya 113 ribu”, jelas Maftuchin dengan semangat.

Penambahan Luasan Tambak

            Dengan tingkat keberhasilan program revitalisasi tambak oleh KKP seperti yang dirasakan para pembudidaya di lokasi tambak demfarm sekarang ini, pembudidaya banyak yang mendapatkan shock culture karena pendapatan yang luar biasa dalam waktu singkat.

“Dampak yang dirasakan dengan adanya program ini adalah usaha budidaya udang vaname baru bermunculan disekitar tambak demfarm. Penambahan luasan tambak baru sudah mencapai 250 ha yang akan operasional dan sekitar 150 ha lagi sedang dalam konstruksi. Bahkan dari seribu hektar tambak yang direvitalisasi melalui program ini, mampu menyerap tenaga kerja baik musiman maupun tetap sebanyak 130 ribu orang. Ditambah lagi, posisi tawar udang Indonesia yang cukup tinggi di dunia karena bebas EMS, bebas residu dan bebas subsidi, industri perudangan nasional akan bergairah yang otomatis akan berdampak positif bagi para pelaku usaha di dalamnya khususnya petambak udang”, tambah Slamet.

            Melalui program revitalisasi tambak, jiwa kewirausahaan yang dibangun adalah melalui kelompok yang sehat, disiplin dan dapat menjaga perjanjian usaha serta mematuhi anjuran teknis yang diberikan. ”Kedepan menjaga komitmen sesuai perjanjian adalah ciri pengusaha kecil yang harus dibangun di Indonesia karena kita bersiap menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) 2015 yaitu era perdagangan bebas regional ASEAN. Tugas KKP adalah mencetak pembudidaya tradisional untuk menjadi pengusaha yang mempu bersaing secara global dengan sentuhan teknologi dan pemberdayaan secara kelompok. Kondisi ini dapat dicapai salah satunya melalui program revitalisasi tambak”, tutup Slamet. 

Sunday, October 6, 2013

Sosialisasikan konsep Blue Economy Menteri Kelautan & Perikanan Terbitkan Buku "Our Blue Economy: An Odyssey to Prosperity" di Forum APEC Bali 2013

Buku ini memaparkan konsep Blue Economy sebagai solusi untuk memaksimalkan potensi kekayaan laut Indonesia yang mencapai US$ 1,2 triliun per tahun
 
Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Sharif C. Sutardjo, hari ini meluncurkan sebuah buku mengenai konsep pengelolaan sektor kelautan bertajuk “Our Blue Economy: An Odyssey to Prosperity" di Forum APEC Bali 2013. Melalui buku, Menteri Kelautan menyampaikan berbagai macam informasi dan potensi kelautan di Indonesia, termasuk bagaimana strategi pengelolaan sektor kelautan yang tepat dan dapat memberikan manfaat optimal bagi kesejahteraan rakyat.

"Buku ini memberikan gambaran kepada kita betapa besar potensi kelautan Indonesia dan bagaimana konsep Blue Economy menjadi sangat relevan untuk diterapkan. Saya berharap buku ini dapat menjadi referensi bagi upaya pengembangan dan pengelolaan potensi kelautan Indonesia,” jelas Sharif pada acara Book Launch & Business Networking Kementerian Kelautan & Perikanan dengan Bloomberg TV Indonesia di Nusa Dua, Bali, Sabtu (5/10).

Sebagai negara kepulauan dengan 17.499 pulau dan memiliki garis pantai sepanjang 104 ribu kilometer atau terpanjang kedua di dunia, potensi kelautan sangat besar. Diperkirakan, potensi ekonomi di sektor kelautan, baik yang berhubungan dengan sumber daya alam dan pelayanan maritim nilainya mencapai lebih dari US $ 1,2 triliun per tahun. Dengan potensi kelautan yang demikian besar, kontribusi sektor kelautan Produk Domestik Bruto (PDB) hanya sekitar 22%.

Sharif mengungkapkan, saat ini dan di masa depan sektor kelautan dan perikanan semakin memiliki peran strategis dalam memperkuat ketahanan pangan dan mendorong perekonomian Indonesia. Buktinya, sejak strategi industrialisasi perikanan mulai dicanangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2011, produktivitas di sektor ini terus meningkat.

Sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS), pada kuartal II -2013 sektor kelautan dan perikanan tumbuh 7% dibandingkan periode yang sama tahun 2012. Tingkat pertumbuhan ekonomi di sektor kelautan dan perikanan itu lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,81%.

Menurut Sharif, meskipun industrialisasi perikanan telah berhasil mendorong produktivitas dan nilai tambah di sektor kelautan terus meningkat, namun penerapan konsep Blue Economy akan semakin memperkuat pengelolaan potensi kelautan secara berkelanjutan, produktif, dan berwawasan lingkungan. Pendekatan Blue Economy juga akan mendorong pengelolaan sumber daya alam secara efisien melalui kreativitas dan inovasi teknologi.

“Konsep Blue Economy juga mengajarkan bagaimana menciptakan produk nir-limbah (zero waste), sekaligus menjawab ancaman kerentanan pangan serta krisis energi (fossil fuel). Melalui konsep Blue Economy kita akan dapat membuka lebih banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat, mengubah kemiskinan menjadi kesejahteraan serta mengubah kelangkaan menjadi kelimpahan,” tambahnya.

Agar penerapan konsep Blue Economy berjalan dengan baik, Sharif melanjutkan, dibutuhkan sinergi diantara para pemangku kepentingan. Oleh karena itu, dukungan kemitraan dari masyarakat, sektor swasta, akademisi, peneliti, pakar pembangunan, lembaga nasional dan internasional mutlak harus dilakukan. Para stakeholders tersebut secara bersama-sama dapat mendorong dan mengawal transformasi menuju pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.

“Masa depan Indonesia sesungguhnya ada di laut. Jika seluruh aset dan potensi kelautan dapat dikelola dan dimanfaatkan secara optimal, seharusnya kontribusinya terhadap PDB bisa jauh lebih besar daripada saat ini. Apalagi, seperti yang sudah diproyeksikan oleh Mckinsey Global Institute, sektor kelautan (perikanan) termasuk empat pilar utama selain sumber daya alam, pertanian, dan jasa yang akan membawa Indonesia menjadi negara dengan perekonomian terbesar nomor tujuh di dunia di tahun 2030,” tegas Sharif.

Friday, September 6, 2013

FOOD SAFETY, SYARAT MUTLAK EKSPOR

Ekspor produk perikanan Indonesia pada kuartal pertama tahun 2013 sudah menyentuh angka USD$ 3,9 milyar. Nilai ekspor ini berjalan parallel dengan perbaikan pengendalian mutu dan keamanan pangan atau food safety, yang terus dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). "Keamanan pangan, tidak bisa ditawar. Bahan tambahan formalin, borak atau mercury sekecil apapun akan menggagalkan produk perikanan masuk ke pasar". Demikian dikatakan Pelaksana Tugas Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan  Kelautan dan Perikanan, Achmad Poernomo, di Jakarta (6/09).
 
Ketentuan keamanan pangan atau food safety merupakan  syarat mutlak bagi setiap produk perikanan yang akan masuk pasar ekspor. Setiap negara sangat ketat pada ketentuan penerapan keamanan pangannya. Bahkan, mereka berbeda menerapkan ketentuan berdasarkan Risk Assessment (RA) masing masing negara.  Risk Assessment merupakan proses penilaian yang digunakan untuk mengidentifikasi resiko atau bahaya yang mungkin terjadi pada produk perikanan. “Upaya pengendalian mutu harus dibarengi dengan risk assessment. Untuk produk perikanan, kendatipun harga RA mahal, tetapi tetap harus dilakukan. Assessment bisa semakin kuat, bisa menopang pengendalian mutu dan keamanan pangan,” tegasnya.
 
Untuk meminimalkan biaya risk assessment, bisa dilakukan kerjasama antar berbagai instansi dan institusi terkait. Untuk produk perikanan, risk assessment bisa dilakukan dengan asosiasi, perguruan tinggi serta lembaga yang berkompeten seperti Kementerian Perindustrian dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta para stakeholder perikanan. Para Stakeholder ini bisa saling kerjasama untuk memperkuat komitmen di dalam negeri. Bahkan stekeholder bisa melakukan pendekatan ke importir untuk penguatan citra produk perikanan ke luar negeri. "Risk assessment harus dibarengi dengan survey. Termasuk pemeriksaan terhadap masing-masing orang. Apalagi setiap orang akan berbeda kekuatannya dalam menerima bahan kimia misalnya. Prosedur seperti ini sudah dilakukan oleh BPOM dan ITB dalam melakukan riset keamanan pangan,” jelasnya.
 
KKP sendiri menurut Achmad Poernomo sudah memiliki alat pendeteksi bahan berbahaya yang terdapat pada produk perikanan. Untuk mendeteksi formalin atau borak, kini konsumen tidak perlu lama menunggu hasil laboratorium. KKP telah menciptakan Kit Antilin, sebagai alat pendeteksi kandungan bahan berbahaya yang terdapat pada ikan. Kit Antilin ini cukup mudah penggunaannya serta hasilnya cepat untuk diketahui. Bahkan KKP sudah mengembangkan bahan tambahan atau pengawet produk perikanan yang aman untuk dikonsumsi. “Sebenarnya kualitas ikan masih bisa dinegosiasikan, misalnya warna tidak apa-apa. Namun untuk kandungan bahan berbahaya demi keamanan pangan, tidak bisa ditolerir,” katanya.
 
 
Diversifikasi Produk

Menurut Ahmad Poernomo, produk ekspor perikanan paling banyak didominasi adalah komoditi udang dan tuna. Kemudian menyusul produk rumput laut kering. Untuk lebih kompetitif di pasar ekspor, perlu dilakukan diversifikasi produk olahan. Terutama produk olahan yang bisa masuk ke pasar-pasar retail pack. Bahkan produk ke retail pack harus diperbanyak, karena produk ini bisa langsung dipasarkan di super market yang kini jumlahnya terus meningkat. “Diversifikasi olahan ikan untuk luar negeri memang harus diperbanyak jenisnya. Apalagi, kini trend pasar lebih banyak menyukai produk siap saji dan dikemas secara cantik, praktis dalam bentuk tas menarik. Contoh produk seperti ini banyak kita jumpai dipasar luar negeri,” ujarnya.
 
Saat ini produk perikanan olahan masih bertumpu pada udang. Dari segi volume, produk udang olahan masih besar. Kemudian  disusul kelompok tuna, rajungan dan kepiting. Patin, sementara hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri, jadi tidak perlu impor, karena produk patin terus berkembang. Dari semua produk ekspor, sebagian besar dalam bentuk frozen, karena relatif lebih mudah dilakukan dan tahan lama. Sedangkan pasar terbesar masih didominasi Amerika dengan nilai USD$ 1,2 milyar per tahun. Kedua, Jepang USD$ 800 juta dan yang ketiga Uni Eropa (27 negara) dengan nilai USD$ 400-500 juta.
 

Thursday, August 1, 2013

Indonesia Berhasil Menyelesaikan Negosiasi Kesepakatan Kerja Sama Perikanan dengan Thailand

Misi Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dipimpin oleh Gellwyn Jusuf, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, bersama Kementerian Luar Negeri R.I. yang didampingi oleh perwakilan Pemerintah RI di Bangkok (KBRI) berhasil menyelesaikan negosiasi Memorandum Saling Pengertian (MSP) Kerjasama Bilateral di Bidang Perikanan dengan Pemerintah Thailand. MSP tersebut merupakan hasil pembahasan intensif pada pertemuan informal dengan Direktur Jenderal Perikanan Thailand dan Perwakilan Pemerintah Thailand pada tanggal 30 Juli 2013, di Bangkok-Thailand. Draft MSP yang telah disepakati kedua belah pihak diharapkan dapat ditandatangani oleh Para Menteri yang menangani Perikanan dihadapan Kedua Pimpinan Negara Indonesia dan Thailand pada saat Pertemuan Puncak Para Pimpinan APEC (APEC Leaders' Summit) yang akan diselenggarakan di Bali pada bulan Oktober 2013.
Melalui penandatanganan MSP tersebut, akan memperkuat upaya Pemerintah Indonesia dalam mendukung pembangunan di sektor perikanan melalui program industrialisasi perikanan yang saat ini tengah gencar-gencarnya dilaksanakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. MSP ini juga diharapkan dapat memperkuat berbagai upaya pengingkatan investasi usaha perikanan di dalam negeri, khususnya pemberantasan praktek-praktek penangkapan ikan yang tidak sah (Illegal Fishing) yang dilakukan oleh kapal-kapal berbendera asing. MSP juga menegaskan klausul yang terkait dengan pengembalian Anak Buah Kapal (ABK) dan nelayan dari kapal-kapal berbendera Thailand yang tertangkap jika melakukan penangkapan ikan secara ilegal (IUU Fishing) di wilayah perairan Indonesia, pemulangan ABK dan nelayan tersebut akan menjadi tanggung jawab negara bendera.
Dalam rangka pemberantasan IUU Fishing tersebut, kedua negara lebih lanjut menyepakati perlunya pertukaran data dan informasi, khususnya terkait dengan data ekspor dan impor produksi perikanan, data pendaratan ikan, registrasi kapal dan data penghapusan sertifikat negara asal kapal (Deletion Certificate). Disamping itu, kedua negara juga sepakat untuk menunjuk otoritas kompeten dan melaksanakan Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan (SHTI) yang diperluas tidak hanya untuk produk-produk perikanan hasil tangkapan di laut yang akan di re-ekspor ke Uni Eropa, tetapi penerapan SHTI akan juga meliputi semua produk yang diekspor Indonesia ke Thailand. Melalui pelaksanaan mekanisme-mekanisme tersebut diharapkan dapat diketahui dengan pasti ketertelusuran data kapal perikanan serta menjamin produk asal ikan yang didaratkan oleh kapal-kapal perikanan tersebut bukan merupakan hasil dari kegiatan IUU Fishing.
Lebih lanjut, dalam rangka peningkatan investasi usaha perikanan di Indonesia, MSP tersebut juga akan memperkuat berbagai upaya peningkatan kapasitas (capacity building) yang telah dilakukan, antara lain melalui pelaksanaan program-program peningkatan kapasitas dan keterampilan nelayan. Melalui area kerjasama ini, diharapkan para nelayan tersebut tidak hanya terampil dalam melakukan penangkapan ikan di laut, tetapi juga sekaligus dapat menjaga penanganan mutu ikan yang baik dari penangkapan sampai dengan didaratkan, sehingga dapat menjamin mutu suplai bahan baku ikan ke industri-industri pengolahan ikan di Indonesia.
Penyelesaian negoisasi MSP ini merupakan sebuah pencapaian positif dan langkah maju yang telah dilakukan Pemerintah Indonesia, khususnya oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, mengingat penyelesaian negoisasi kesepakatan telah tertunda cukup lama sejak tahun 2006. Hasil yang menggembirakan ini seolah melengkapi pencapaian positif yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan di bidang Kerjasama Perikanan. Hal ini mengingat pada bulan Mei 2013, proses negoisasi MSP yang sama dengan negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT) juga telah berhasil diselesaikan dan Memorandum Saling Pengertian tersebut juga akan ditandatangani pada saat pertemuan APEC Leaders' Summit. Disamping itu, pada bulan sebelumnya Juni 2013, Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Gellwynn Jusuf, juga telah berhasil memperjuangkan diterimanya Indonesia sebagai negara Cooperating Non-Member (CNM) pada Organisasi Perikanan Tuna Regional Inter American Tropical Tuna Commission (IATTC). Dengan masuknya Indonesia sebagai CNM tersebut, Indonesia memiliki kesempatan untuk memperluas wilayah penangkapan ikannya ke laut lepas dengan turut memanfaatkan sumber daya perikanan tuna di wilayah Samudera Pasifik Bagian Timur, setelah terlebih dahulu akan mendaftarkan armada penangkapan ikan ke organisasi tersebut.
Melalui berbagai pencapaian positif ini, kerjasama yang dilakukan diharapkan dapat memperkuat berbagai upaya Pemerintah dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan, sehingga pada akhirnya dapat berkontribusi pada keberlanjutan pembangunan sumber daya dan usaha perikanan guna peningkatan kesejahteraan nelayan Indonesia. 

Thursday, May 30, 2013

KKP TERBITKAN KEPMEN PENANGGULANGAN IUU FISHING

Kegiatan perikanan tangkap dunia terus mengalami peningkatan sangat pesat. Akibatnya, gejala overfishing di beberapa bagian perairan dunia mulai terlihat. Fenomena ini juga diikuti dengan meningkatnya praktek Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing yang mengancam kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya. Kondisi ini mendorong negara-negara anggota Food and Agriculture Organization (FAO) merumuskan acuan yang dapat diterapkan oleh negara-negara di dunia tentang pengelolaan dan pembangunan perikanan yang tertib, bertanggung jawab, dan berkelanjutan. Diantaranya melalui The Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) yang disepakati pada tahun 1995.

Sayangnya, dalam perkembangannya implementasi CCRF dinilai belum cukup sebagai instrumen dalam pengelolaan sumber daya perikanan termasuk pencegahan dan penanggulangan IUU Fishing. Oleh karena itu negara-negara anggota FAO telah merumuskan dan menyepakati aksi internasional untuk memerangi IUU Fishing yang dituangkan dalam International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate IUU Fishing (IPOA-IUU Fishing) pada tahun 2001. IPOA-IUU Fishing merupakan rencana aksi global dalam rangka mencegah kerusakan sumber daya perikanan dan membangun kembali sumber daya perikanan yang telah atau hampir punah, sehingga kebutuhan pangan yang bersumber dari perikanan bagi generasi saat ini dan yang akan datang tetap dapat terjamin ketersediaannya. IPOA-IUU Fishing tersebut harus ditindaklanjuti oleh setiap negara, termasuk Indonesia dengan menyusun rencana aksi pencegahan dan penanggulangan IUU Fishing di tingkat nasional.

Menurut Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Syahrin Abdurrahman, sebagai salah satu unit kerja di lingkungan KKP, PSDKP telah melakukan inisiasi penyusunan Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan IUU Fishing, yang pada tanggal 27 Desember 2012 telah ditandatangani oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, sebagai Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/50/MEN/2012 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan IUU Fishing Tahun 2012-2016.  “Keputusan Menteri KP ini dimaksudkan sebagai acuan bagi setiap unit organisasi di lingkungan KKP dalam upaya mencegah dan menanggulangi kegiatan IUU Fishing sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing, dan sebagai bahan koordinasi untuk mencegah dan menanggulangi kegiatan IUU Fishing dengan kementerian/instansi lain yang terkait,” katanya.

Syahrin menjelaskan, adapun tujuannya adalah untuk mendukung pengelolaan dan pembangunan perikanan yang tertib, bertanggung jawab, dan berkelanjutan. Beberapa hal yang tertuang dalam Kepmen tersebut, antara lain dirumuskan tentang upaya pencegahan IUU Fishing di Indonesia dilakukan dengan pengendalian pengelolaan penangkapan ikan melalui mekanisme perizinan, pengawasan perikanan, dan ditindaklanjuti dengan penegakan hukum. “Kegiatan tersebut dilakukan melalui kerja sama dan koordinasi antar instansi pemerintah yang mempunyai kewenangan di laut, yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, TNI-AL, dan Polisi Perairan,” jelasnya.

Menurut Syahrin, ada beberapa upaya penanggulangan IUU Fishing di Indonesia. Diantaranya, dilakukan dengan mengadopsi atau meratifikasi peraturan internasional. Selain itu, pemerintah melakukan review dan penyesuaian legislasi nasional jika diperlukan. Upaya lain, KKP merekrut Pengawas Perikanan dan PPNS serta melakukan pengembangan kapasitas. Untuk tingkat internasional, KKP juga telah berpartisipasi aktif dalam RFMO dan organisasi perikanan internasional lainnya serta berperan aktif dalam RPOA-IUU Fishing. Baik dengan mengimplementasikan MCS melalui VMS, observer, log book dan pemeriksaan di pelabuhan serta membentuk dan mengembangkan kapasitas UPT Pengawasan SDKP di daerah. Upaya lain adalah menyediakan infrastruktur pengawasan, seperti kapal pengawas dan speedboat pengawasan. “Disamping itu, KKP telah meningkatkan kapasitas Pokmaswas, membentuk Pengadilan Perikanan, serta mengintensifkan operasi pengawasan dan melakukan patroli bersama atau terkoordinasi,” jelasnya.

Wednesday, May 15, 2013

87% PULAU DI INDONESIA TIDAK BERPENGHUNI

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar didunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 pulau. Dari jumlah tersebut ternyata hanya 12,38 % atau sekitar 2.342 pulau saja yang berpenghuni. Sisanya 87,62 % atau sebanyak 15.337 pulau tidak berpenghuni. Demikian disampaikan Sudirman Saad, Dirjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Sudirman menjelaskan, dari jumlah 17.504 pulau tersebut, pemerintah Indonesia pada tahun 2007 pada Sidang PBB United Nations Conference on the Standardization of Geographical Names (UNCSGN) di New York, telah mendepositkan sejumlah 4.981 pulau ke PBB. Pada tahun 2012 jumlahnya sudah mencapai 13.466 pulau yang sudah didepositkan. Proses toponimi pulau sendiri koordinasikan oleh Kementerian Dalam Negeri dengan melibatkan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), Dinas Hidro Oceanografi (Dishidros) TNI AL dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sesuai amanah Perpres No. 112 tahun 2006 tentang Tim Nasional Pembakuan Nama Rupa Bumi yang disahkan pada tanggal 29 Desember 2006. “Kami berharap pada tahun 2014 toponimi dan deposit nama pulau di PBB selesai,” katanya.

Menurut Sudirman, pemerintah memberi prioritas penanganan pengelolaan pulau kecil adalah terhadap 92 pulau terluar. Bila pembakuan pulau terhadap pulau yang berada di wilayah perairan pedalaman hanya terkait internal pemerintah NKRI, untuk pengelolaan pulau terluar justru menyangkut soal kedaulatan dan pertahanan negara. Hilangnya pulau kecil di perbatasan yang diakibatkan alam atau klaim oleh negara tetangga, dampaknya dapat mengubah batas wilayah suatu negara. Untuk itu, pengelolaan di pulau bersangkutan sangat penting, baik bagi pulau yang tak berpenghuni maupun yang berpenghuni. “Saat ini, dari jumlah 92 pulau terluar, hanya ada 31 pulau yang berpenghuni, selebihnya tak berpenghuni. Untuk itu, pemerintah, secara bersama-sama melakukan pengelolaan dan pemberdayaan pulau tersebut,” tegasnya.

 

Adopsi Pulau

Suksesnya pembangunan suatu wilayah tidak terlepas dari besarnya anggaran yang akan digunakan. Artinya dengan dana terbatas, sangatlah sulit mengembangkan wilayah secara maksimal. Kondisi inilah yang kini sedang dihadapi pemerintah daerah bahkan juga pemerintah pusat. Keterbatasan anggaran ini telah mendorong Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membuat program kerjasama dengan berbagai pihak, baik swasta, BUMN dan perguruan tinggi. Fokus kerjasama adalah untuk mengembangkan pulau pulau kecil dan pulau terluar.

Pro kontra pun muncul dengan program tersebut. Namun banyak pihak berpendapat, rencana pemerintah tersebut merupakan sebuah gebrakan positif dalam upaya pemberdayaan pulau-pulau terdepan Indonesia agar masyarakat penghuni pulau tersebut tidak merasa terasing di negaranya sendiri, dan lebih memilih membangun komunikasi dengan negara tetangga. Jika pola pemberdayaan ini tidak segera dilakukan maka eksistensi kedaulatan NKRI akan menjadi goyah. Masyarakat pulau terluar akan mudah tergoda dengan perkembangan pembangunan di negara tetangga, dan lama kelamaan tidak lagi merasa dirinya sebagai orang Indonesia.

Salah satu implementasi kerjasama tersebut adalah program Adopsi Pulau. Program yang digagas oleh Direktorat Jenderal KP3K ini memang sangat strategis. Dimana, KKP mengajak swasta maupun BUMN dan perguruan tinggi untuk memberikan kontribusi bagi pengembangan ekonomi lokal di pulau kecil melalui fasilitasi sarana prasarana maupun kemudahan pengembangan usaha di bidang kelautan dan perikanan di pulau tersebut. “Menjalin kemitraan baik dengan pihak swasta maupun BUMN sangat penting untuk dilakukan. Keterlibatannya dalam mendorong pergerakan ekonomi lokal dapat diwujudkan melalui Program Corporate Social Responsibility (CSR) atau Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)," kata Sudirman.

Dijelaskan, pengelolaan pulau-pulau kecil yang ditawarkan pemerintah kepada swasta dan BUMN, merupakan sebuah langkah nyata dalam menjaga dan memelihara kedaulatan NKRI. Gagasan tersebut muaranya pada pemberdayaan masyarakat di pulau tersebut, tetapi titik utamanya pada pemeliharaan kedaulatan negara agar warga di pulau terluar tersebut tidak terpikat dengan kemajuan peradaban yang dimiliki negara tetangga. “Program adopsi pulau tersebut diprioritaskan pada pembangunan yang ramah lingkungan, dan memberdayakan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Pemerintah, memberi dukungan berupa pengembangan infrastruktur dasar seperti pembangunan pembangkit listrik tenaga surya  dan pembangunan sarana di pulau kecil,” ujarnya.
 

Pulau kecil

            Dijelaskan, pemerintah melalui KKP menawarkan 20 pulau-pulau kecil di Indonesia. Ke-20 pulau kecil itu antara lain Pulau Lepar di Bangka Belitung, Enggano (Bengkulu), Kemujan (Jateng), Maradapan (Kalsel), Maratua (Kaltim), Sebatik (Kaltim), Siantar (Kepulauan Riau), Gili Belek (NTB), Pasaran (Lampung), Dullah (Maluku), Koloray (Maluku Utara), dan Alor (NTT). Sedangkan pulau lainnya adalah pulau Mansuar  di Papua Barat, Battoa (Sulbar), Selayar (Sulsel), Samatellu Pedda (Sulsel), Lingayan (Sulteng), Manado Tua (Sulut), Gangga (Sulut), dan Mentehage (Sulut). “Tawaran pemerintah kepada swasta untuk mengelola 20 pulau kecil mulai tahun ini, dengan harapan agar kontribusi yang diberikan pihak swasta dapat memberdayakan masyarakat di pulau-pulau tersebut,” tambahnya.

            Menurut Sudirman, program adopsi pulau merupakan salah satu cara untuk memberikan perhatian pada pulau-pulau kecil dan terluar di Indonesia, sejumlah perusahaan diminta untuk mengadopsi pulau. Jika adopsi pulau dilakukan perusahaan bisa membantu warga pulau kecil sekaligus menggantikan peran pemerintah yang tidak bisa mengawasi semua  pulau-pulau kecil yang ada. “Dasar hukumnya ada, yaitu kewajiban memperdayakan pulau pulau kecil dan masyarakat pesisir dengan pembangunan infrastrukturnya,” katanya.

            Sudirman menegaskan,  karena minimnya perhatian terhadap pulau-pulau kecil di Indonesia memicu sejumlah kasus. Diantaranya, eksplotasi pulau dan isinya sehingga berakibat lingkungan di pulau itu hancur. Jadi dengan adopsi pulau diharapkan dapat membantu masyarakat pulau tersebut untuk menaikan pendapatan perkapita, pendidikan, kesehatan serta memperbaiki lingkungan yang rusak. “KKP juga telah membuat pedoman umum program adopsi pulau sebagai rambu-rambu aturan pengelolaan pulau kecil secara ketat dan komprehensif. Kami juga tidak mentolerir perusahaan yang merusak pulau itu,”  tandasnya.
 
 
Perguruan tinggi

Sudirman menambahkan, untuk tahun 2012, KKP memfokuskan pembangunan di 12 pulau kecil terluar. Ke 12 pulau itu meliputi Pulau Sebatik, Nusakambangan, Miangas, Marore, Marampit, Lingayan, Maratua, Wetar, Alor, Enggano, Simuk, dan Dubi Kecil. Pertimbangannya, meski memiliki sumber daya alam yang besar, namun pulau-pulau ini juga memiliki banyak keterbatasan, khususnya terkait kondisi masyarakatnya. Pada umumnya pulau-pulau kecil terluar ini masih tertinggal, terutama terkait ketersediaan infrastruktur yang terbatas. “Pembangunan pulau-pulau ini memang memerlukan partisipasi semua pihak, termasuk perguruan tinggi,” tegasnya.

KKP, kata Sudirman akan menggandeng berbagai perguruan tinggi. Khususnya kerja sama dengan mengadopsi pulau-pulau kecil sebagai wilayah binaan bersama. Pengembangan dalam program adopsi diprioritaskan pada berbagai kegiatan pembangunan yang ramah lingkungan serta memberdayakan masyarakat setempat. Misalnya Pulau Sebatik di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, yang berbatasan langsung dengan Malaysia Pulau ini menjadi salah satu fokus kerjasama yang akan dilakukan KKP dengan perguruan tinggi di Indonesia. “Kerja sama ini juga untuk mengimplementasikan amanat dari Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau-pulau Kecil Terluar untuk pertahanan dan keamanan, kesejahteraan masyarakat, dan pelestarian lingkungan,” tegas Sudirman.


Tuesday, May 14, 2013

KERJASAMA PENCEGAHAN PENYAKIT UDANG UNTUK MENDUKUNG PENCAPAIAN PENINGKATAN PRODUKSI

Udang merupakan salah satu komoditas utama dalam program industrialisasi perikanan budidaya dan merupakan primadona ekspor produk perikanan budidaya. Untuk itu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB)  terus menunjukkan komitmennya untuk mengembalikan kejayaan udang nasional. 
Perkembangan produksi udang Indonesia di 3 (tiga) tahun terakhir terus menunjukkan peningkatan. Prosentase peningkatan produksi tahun 2012 mencapai 32,87%, dari 400.385 ton pada tahun 2011 menjadi 457.600 ton pada tahun 2012. Pada tahun 2014, ditargetkan adanya peningkatan produksi sebesar 200 ribu ton, melalui optimalisasi luas areal tambak mencapai lebih dari 20 ribu Ha. Adanya peningkatan produksi ini akan memberikan tambahan devisa negara dari ekspor udang. Demikian disampaikan oleh Sekretaris Ditjen Perikanan Budidaya, Dr. Ir. Tri Hariyanto, MM., pada saat membuka workshop dan sekaligus meluncurkan program “Rencana Pengembangan perlindungan kesehatan hewan air dan meningkatkan kapasitas tanggap darurat terhadap wabah penyakit udang di Indonesia (Development of preventive aquatic animal health protection plan and enhancing emergencyresponse capacities to shrimp disease outbreaks in Indonesia) - TCP/INS/3402, Selasa (14/5) di Hotel Ibis Tamarine, Jakarta.
Kejayaan udang nasional pada era tahun 80an berakhir karena munculnya masalah penyakit, dan hampir 50 % industry udang intensif bangkrut dan tidak beroperasi, sehingga mengakibatkan turunnya produksi udang secara drastis. “Untuk mengembalikan kejayaan udang nasional, pemerintah meluncurkan program revitalisasi tambak udang dengan harapan akan mampu meningkatkan produksi, dan pada akhirnya menambah devisa negara dari ekspor udang. Salah satu hal yang diterapkan dalam program revitalisasi tambak udang adalah penerapan biosekuriti secara efektif dan dijaga penerapannya”, papar Hariyanto.
Biosekuriti adalah pengelolaan resiko biologi secara komprehensif dan sistematis untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan hewan, tumbuhan dan manusia serta menjaga fungsi dan keberlangsungan suatu ekosistem. Peningkatan produksi dan perdagangan beragam makanan, tumbuhan dan produk hewani, mendorong peningkatan kebutuhan akan biosekuriti, karena saat ini masyarakat lebih memperhatikan kesehatan, keamanan pangan dan juga perlindungan lingkungan.Penerapan biosekuriti yang efektif dapat mendorong peningkatan serapan pasar dan menarik investor. Hal ini juga akan mendorong pembudidaya untuk menghasilkan produk perikanan yang sehat, aman dan berkualitas sehingga dapat meningkatkan harga jual. 
Untuk mendukung dan mendorong pencapaian peningkatan produksi perikanan budidaya khususnya udang dengan tetap memperhatikan kesehatan dan keamanan panmgan, pemerintah dalam hal ini KKP melakukan kerjasama dengan FAO, melalui program TCP/INS/3402 yang difasilitasi oleh FAO. Program ini akan menyusun sistem pencegahan penyakit hewan air pada umumnya dan udang pada khususnya. Program ini mengambil judul  “Development of preventive aquatic animal health protection plan and enhancing emergency response capacities to shrimp disease outbreaks in Indonesia (Rencana Pengembangan perlindungan kesehatan hewan air dan meningkatkan kapasitas tanggap darurat terhadap wabah penyakit udang di Indonesia)”. Sistem pencegahan penyakit udang ini akan terdiri  5 kegiatan yaitu : 1) Disease surveillance and reporting; 2) Emergency Preparedness and Contingency Plan; 3)  Aquatic Animal Health Information System; 4) Biosecurity and farmer organization; 4) Aquatic Animal Health Strategy Development”. 
Kerja sama ini akan berlangsung selama 18 bulan, mencakup penyelenggaraan workshop / training baik skala nasional maupun Internasional dengan melibatkan seluruh stakeholder terkait mulai dari kalangan pembudidaya, penyuluh, pemerintah daerah, dll. Lokasi yang akan menjadi tempat kegiatan pilot project adalah Provinsi Lampung, Banten dan Jawa Barat yang didukung oleh 2 International Expert dan 5 Konsultan Indonesia.
Hasil-hasil dari program ini diharapkan dapat mendukung pembangunan perikanan budidaya berkelanjutan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan pemberdayaan ekonomi melalui pemerintahan yang efektif dan bisa memperkuat kompetensi otoritas nasional di Indonesia dalam menerapkan sistem pengelolaan kesehatan ikan secara efektif.  
Selain itu diharapkan juga pemerintah dan para petambak Indonesia dapat mengatasi penyakit udang  yang ada sekarang ini dan mampu mencegah kemungkinan masuknya penyakit baru, serta mampu melakukan tanggap darurat jika ada wabah penyakit yang membahayakan.

Tuesday, April 2, 2013

Ekonomi Biru agar Diterapkan di Wilayah Perairan


JAKARTA-Pemanfaatan kawasa konversin perairan agar dilakukan dengan implementasi konsep ekonomi biru. Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengatakan implementasi konsep tersebut bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat. "Dengan pendekatan prinsip ekonomi biru, kawasan perairan bisa dimanfaatan bagi aktiftas ekonomi yang tepat, sesuai dengan fungsi kawasan untuk kesejahteraan masyarakat sekitar," ujarnya,senin(1/4).

Paradigma Pembangunan ekonomi, lanjutnya, biasanya bertentangan dengan paradigma pembangunan berwawasan lingkungan. Menurutnya, kedua hal tersebut disenergikan melalui konsep ekonomi biru. Disisi lain, Kawasan konservasi perairan di indonesia luasnya terus bertambah dari tahun ketahun. Saat ini luas kawasan konservasi perairan mencapai 15,78 juta hektare, dengan target luas di 2020 mencapai 20 juta hektare.

Sharif menambahkan kawasan konservasi perairan terbuka bagi pengembangan sektor sektor pariwisata bahari, perikanan, bioteknologi, hingga biofarmakologi. Syaratnya, konsep ekonomi biru diimplementasiakn dalam pengembangan potensi-potensi tersebut. "Kawasan konservasi perairan dapat dimanfaatkan untyuk berbagai kegiatann seperti penelitian, pelatihan, pendidikan lingkungan, bisnis, pariwisata, pemberdayaan ekonomi masyarakat, maupun pemanfaatan jasa lingkungan lainnya dengan tidak melupakan fungsi konservasi yang sesungguhnya," Jelasnya.

Menurut Sharif, Kementerian itu bertekad mengembangkan ekonomi kelautan yang berwawasan lingkungan dengan memanfaatkan kawasan konservasi perairan, demi kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan. Sharif menjelaskan sesuai peraturan Pemerintah nomor 60 Tahun2007 tentang konservasi sumber daya ikan, Kawasan Konservasi perairan adalah kawasan perairan yang dilindungi,dikelola dengan sistem zonasi,untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan.

Kawasan konservasi perairan Indonesia hingga saat ini telah mencapai 15,78 juta hektare, dari target sebesar 20 juta hektare pada tahun 2020. Kawasan ini sangat terbuka bagi pengembangan untuk sektor-sektor pariwisata bahari, perikaqnan berkelanjutan, bioteknologi dan biofarmakologi.

"Kawasan konservasi perairan dapat dimanfaatkan berbagai kegiatan seperti penelitian, pelatihan, pendidikan lingkungan, bisnis, pariwisata, pemberdayaan ekonomi masyarakat."
 
 
Sumber: MEDIA INDONESIA Tanggal 02 April 2013 Hal.26

Thursday, March 7, 2013

SBY Terbitkan Keppres Sail Komodo


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) nomor 8 tahun 2013 tentang Panitia Nasional Penyelenggara Sail Komodo tahun 2013. 

Keppres tersebut diterbitkan pada akhir Februari lalu. Disebutkan dalam Keppres tersebut, Sail Komodo 2013 digelar untuk percepatan pembangunan dan pengembangan potensi sumber daya kelautan dan pariwisata Indonesia. 

Diharapkan dengan adanya kegiatan tersebut, masyarakat khususnya masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil bisa meningkat kesejahteraannya. Dalam susunan Panitia Nasional, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono ditunjuk sebagai Ketua Pengarah Sail Komodo 2013.

Wednesday, January 30, 2013

Penyebab Pertumbuhan Ikan Tidak Seragam

PerikananIndonesia.com – Biasa kita temui selalu ada saja pertumbuhan ikan yang berada di dalam satu kolam yang tidak seragam. Hal itu dapat membuat pada saat waktu panen, ikan yang diangkat dari kolam akan memiliki beragam ukuran. Permasalah itu merupakan sebuah kerugian tersendiri untuk para pembudidaya ikan, dikarenakan harga untuk ikan yang berukuran kecil jauh berbeda dengan ikan yang berukuran besar. Kondisi seperti ini bisa saja terjadi terhadap jenis ikan apa saja, entah itu ikan air laut ataupun ikan air tawar, baik saat berada dalam tahap pendederan ataupun pembesaran.
Penyebab Pertumbuhan Ikan Tidak Seragam

Perlu kita ketahui bahwa ada beragam faktor yang merupakan penyebab dari tidak seragamnya ukuran ikan di kolam kita. Faktor yang pertama adalah masalah stok makanan yang berada dalam jumlah yang tidak mencukupi. Apabila makanan yang kita sediakan jumlahnya kurang maka akan terdapat beberapa ikan yang tidak mendapatkan cukup makanan dikarenakan ikan tersebut kalah di dalam persaingan. Akibat dari hal tersebut yaitu ada beberapa ikan yang pertumbuhannya menjadi terhambat, apalagi saat berada dalam kondisi yang ekstrem ikan-ikan yang ukurannya jauh lebih kecil dapat terkena serangan oleh ikan yang ukurannya jauh lebih besar sehingga ikan tersebut dapat mengalami luka-luka bahkan bisa menyebabkan adanya kematian.

Tuesday, January 8, 2013

TINGGINYA PERMINTAAN PASAR, KKP DORONG MASYARAKAT KEMBANGKAN USAHA BUDIDAYA PATIN


Peluang usaha budidaya air tawar seperti komoditas patin kian berpotensi cerah untuk terus dikembangkan secara meluas. Hal ini turut didukung dengan tingginya permintaan ikan patin baik di pasar domestik maupun untuk pangsa ekspor. Maka dari itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) secara aktif terus mendorong pengembangan perikanan budidaya ikan air tawar, agar dapat menjadi alternatif kegiatan usaha masyarakat. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutradjo ketika menghadiri acara temu wicara dan panen patin di Desa Sumber Rejo, Kecamatan Kota Gajah, Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung, Senin (7/1).

Saturday, December 8, 2012

Pelabuhan Ikan Internasional Dibangun di Sendang Biru


Pelabuhan Ikan Internasional Dibangun di Sendang Biru

Pantai Sendangbiru, Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. TEMPO/Abdi Purmono

TEMPO.COMalang - Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif Cicip Sutardjo, mengatakan kementerian yang dipimpinnya bakal merealisasikan pembangunan pelabuhan ikan Internasional di pantai Sendangbiru, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Pelabuhan yang digagas sejak 2006 lalu itu berfungsi untuk pendaratan kapal ikan dari berbagai daerah di Indonesia. "Kita anggarkan pada 2014 mendatang," kata Cicip usai berbicara pada seminar nasional di Universitas Brawijaya, Sabtu, 8 Desember 2012.
Menurut Cicip, program kementeriannya dilakukan disesuaikan dengan prioritas pembangunan wilayah. Sehingga sejumlah proyek, termasuk pelabuhan ikan Internasional di Sendangbiru tidak bisa dikerjakan secara cepat. Cicip telah meminta Bupati Malang, Rendra Kresna, melengkapi Detail Engineering Design (DED) berkaitan dengan rencana pembangunan pelabuhan ikan tersebut. 



Pesisir selatan Kabupaten Malang sepanjang 115 kilometer melintasi enam kecamatan. Meliputi Sumbermanjing Wetan, Gedangan, Ampelgading, Tirtoyudo, Bantur, dan Donomulyo. Potensi ikan wilayah perairan sejauh 200 mil dari bibir pantai sangat tinggi, yakni 80 ribu ton. Di antaranya cakalang, tongkol dan tuna. Selain itu juga rumput laut, ikan hias, dan terumbu karang.

Meski memiliki potensi besar, Kabupaten Malang belum dilengkapi pelabuhan perikanan yang memadai. Hingga saat ini hanya ada tiga tempat pelelangan ikan, yakni di Licin Ampelgading, Sendangbiru dan Tirtoyudo.
Ketua Kelompok Nelayan Sekoci Pantai Sendang Biru,  Sudarsono, menjelaskan ikan tuna hasil tangkapan nelayan diekspor ke Eropa dan Jepang. Rata-rata setiap hari hasil tangkapannya mencapai 100 ton. "Butuh pabrik es untuk mengawetkan ikan hasil tangkapan," ujarnya. 
Di Pantai Sendang Biru jumlah nelayan mencapai 1.000 orang didukung armada angkut 300 kapal berbagai jenis, seperti sekoci, pleret, dan payang. Sebagian besar nelayan datang dari berbagai daerah di Indonesia seperti Banyuwangi, Pacitan dan Makassar.


Friday, December 7, 2012

Revitalisasi Tambak di Jatim Digeber

Petambak Diharapkan Beradaptasi dengan Ekonomi Biru
SURABAYA-kementrian dan Perikanan menargetkan revitalisasi lahan tambak udang yang mangkrak di Jawa Timur dapat dikebut secara bertahap hingga 2014 mendatang

Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengungkapkan perbaikkan infrastruktur tambak udang secara bertahap telah dilakukan pada lahan seluas 1.000 hektare di sepanjang pesisir Jawa sehingga mampu memacu kapasitas produksi yang belakangan sempat anjlok 40%-50%.

Kredit Sektor Perikanan Punya Potensi

SURABAYA – Pengucuran kredit untuk sektor perikanan selama ini banyak dihindari kalangan perbankan. Pasalnya, sektor ini berisiko tinggi menimbulkan kredit macet. Namun,saat ini banyak nelayan yang menggunakan teknologi modern sehingga potensi terjadinya kredit macet makin terkurangi. Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengatakan, sektor perikanan kini telah mengalami evolusi dalam hal pemanfaatan teknologi. Dengan teknologi ini akan mampu meminimalkan risiko dan melipatgandakan hasil panen.

Tuesday, December 4, 2012

WUJUDKAN GOOD GOVERNANCE, KKP KEMBANGKAN BUDAYA ANTI KORUPSI


Peringatan hari antikorupsi sedunia dapat dijadikan momentum untuk   menegakkan kaidah pemerintahan yang bersih baik secara moral, politik maupun hukum, dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel (Good Governance). Prinsip Good Governance dapat mengisyaratkan kepada setiap jajaran birokrasi dan pemimpin di negeri ini bahwa mereka memiliki kewajiban baik secara moral, politik, dan hukum. Demikian dikatakan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C.Sutardjo ketika menghadiri acara ‘Talkshow Anti Korupsi’  di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Jakarta, Selasa (4/12).

Thursday, November 29, 2012

TAHUN 2013 BLUE ECONOMY MULAI DITERAPKAN


Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan, pada 2013 akan menerapkan paradigma blue economy di beberapa titik wilayah di Indonesia Timur dan Barat sebagai langkah strategis di dalam percepatan industrialisasi kelautan dan perikanan.

“Kita telah mengadakan kerjasama (MoU) dengan Direktur Blue Economy Holding KK Gunter Pauli.  Pada 2013, pilot project  blue economy segera diimplementasikan dari beberapa titik di wilayah Indonesia Bagian Barat hingga Wilayah Timur Indonesia,” jelas Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C.Sutardjo di Bogor, Jawa Barat Rabu(28/11).

Wednesday, November 28, 2012

INDONESIA JAJAKI KERJA SAMA PELATIHAN PERIKANAN DENGAN NORWEGIA


Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah menjajaki kerja sama dengan Norwegia untuk  meningkatan kapasitas  (Capicity building) berupa pelatihan-pelatihan kepada para pelaku usaha perikanan di Indonesia.

“Indonesia-Norwegia tengah menjajaki peluang-peluang baru untuk memberikan pelatihan-pelatihan kepada para pelaku usaha perikanan di Indonesia,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C.Sutardjo di Jakarta, Selasa (27/11).

Sharif menambahkan, berbagai proyek kerjasama  pelatihan tersebut antara lain, technical assistance, capacity building, budidaya laut maupun studi-studi tentang
kelautan dan perikanan. Terkait peningkatan kapasitas tersebut, KKP tengah menyiapkan sejumlah tenaga ahli perikanan, unit unit pelaksana teknis maupun pihak swasta untuk turut serta di dalam pelatihan tersebut. Selain itu, nantinya lanjut Sharif dapat berkembang ke arah kerja sama investasi di perikanan budidaya baik dari hulu- sampai hilir baik  dari industri pengolahan, sampai dengan diekspornya produk perikanan tersebut.

“Sejumlah investor  asal Norwegia yang tertarik sektor perikanan budidaya telah berkeliling ke beberapa daerah di Indonesia seperti Riau, Nusa Tenggara Barat (NTB), Pulau Seribu, Bangka Belitung.  untuk menentukan investasi apa  sesuai di daerah tersebut,” .jelasnya.

Di samping itu, kerja sama tersebut diarahkan untuk mempercepat alih teknologi perikanan demi meningkatkan kualitas produk perikanan. Norwegia merupakan salah satu negara yang berhasil  mengembangkan industri kelautan dan perikanan secara berkelanjutan serta bertanggung jawab terhadap lingkungan dengan
inisiatif “Karbon Biru”. Sejalan dengan itu, KKP berkeinginan agar pemerintah Norwegia dapat membuka secara luas akses pasar terhadap beragam produk komoditas perikanan yang diekspor oleh Indonesia.

“Posisi Norwegia yang strategis dapat menjadikan negara ini sebagai hub bagi komoditas perikanan Indonesia untuk masuk ke Eropa. Sehingga dapat meningkatkan ekspor perikanan ke benua biru tersebut,” ungkapnya. Namun demikian, masih terdapat hambatan terkait  dikenainya tarif untuk komoditas ikan tuna yang mencapai 24 persen tetapi dari negara Uni Eropa lainnya hanya 0 persen (meski Norwegia bukanlah bagian dari Uni Eropa).

Ekspor dari Indonesia menuju Norwegia pada saat ini masih didominasi oleh beragam ikan hias. Ekspor perdagangan RI ke Norwegia bernilai kurang dari 1 juta dolar AS selama dua tahun berturut-turut. Beranjak dari hal itu, KKP berkomitmen untuk terus mengembangkan industrialisasi perikanan berbasis budidaya laut yang mengadopsi blue economy  agar dapat menggerakkan roda perekonomian di Kawasan Pesisir secara lestari dan bertanggung jawab.

Sharif menjelaskan blue economy merupakan investasi baru berbiaya rendah dengan inovasi teknologi dan zero waste di dalam pengembangan sektor kelautan dan perikanan. “ Dengan konsepsi blue economy ini kita dapat memanfaatkan limbah ikan baik itu kulitnya, darah, duri, sehingga tidak merusak lingkungan (zero waste),” jelasnya. “Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan budidaya laut yang memiliki nilai tambah sekaligus berkelanjutan sehingga mampu meningkatkan perekenomian rendah karbon dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat,” pungkasnya.

Sumber : KKP NEWS ||

Monday, November 26, 2012

PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BUTUH SENTUHAN BLUE ECONOMY


Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C.Sutardjo mengatakan, proses percepatan dan perluasan pembangunan sektor kelautan dan perikanan membutuhkan sentuhan dari prinsip-prinsip blue economy.

“Prinsip-prinsip blue economy sangat cocok untuk diterapkan di dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan sehingga mampu meningkatkan nilai tambah (value added) yang dapat berdampak pada meningkatnya pendapatan industri dan para pelaku usaha kelautan dan perikanan dengan tidak merusak lingkungan,” jelas Sharif di Jakarta, Minggu malam (25/11).

Pasalnya, menurut Sharif, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar sehingga konsepsi tersebut dapat menjadi acuan pembangunan kelautan dan perikanan yang berbasiskan pada program integrated coastal and ocean management. Selain itu, Menteri Kelautan dan Perikanan  menegaskan,  prinsip-prinsip yang terkandung di dalam blue economy serta strategi industrialisasi kelautan dan perikanan turut mengakomodasi kepentingan para nelayan.

“Kedua kebijakan tersebut akan berpengaruh terhadap penguatan posisi tawar (bargaining position) para nelayan,” tuturnya.

Seperti diketahui sebelumnya, KKP bertekad untuk menjadikan sektor kelautan dan perikanan sebagai pondasi  pembangunan nasional serta sebagai salah satu sumber ketahanan pangan Indonesia.  Pembangunan sektor kelautan dan perikanan mengacu pada keseimbangan antara upaya pertumbuhan global dengan pembangunan berwawasan lingkungan. Sebagai langkah nyata, KKP menempuh langkah strategis dengan menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) untuk memperkuat dan meningkatkan pemahaman mengenai konsep  blue economy. Forum tersebut turut menghadirkan pakar-pakar disektor kelautan dan perikanan, termasuk inisiator sekaligus penulis buku tentang  blue economy asal Belgia, Gunter Pauli.

Gunter menurut Sharif, merupakan sosok penulis sekaligus pelaku bisnis yang  telah mendalami pengetahuan di bidang lingkungan hidup. Pemerintah Indonesia ketika di forum internasional yakni Konferensi Pembangunan Berkelanjutan PBB Rio+20 di Rio de Janeiro, Brasil,  mengenalkan gagasan blue economy kepada dunia internasional agar berpaling ke laut. Dalam kesempatan yang sama, Pendiri Zero Emmission Research Initiative (ZERI) Gunter Pauli, menawarkan tiga point penting di dalam konsep blue economy kepada Pemerintah Indonesia.

Tiga point tersebut yakni terkait kepedulian sosial (sosial inclusiveness), efesiensi sumber daya alam, dan sistem produksi tanpa menyisakan limbah.

“ Konsepsi blue economy dapat menunjukkan dunia akan masa depan yang cerah,  menyajikan solusi yang tidak hanya baik tetapi juga lebih murah dan lebih kompetitif,” jelas Gunter. Selain itu, Gunter menambahkan, konsepsi biru dapat memberikan solusi terhadap penyediaan lapangan pekerjaan, ketahanan pangan, melindungi lingkungan dari kerusakan sekaligus memberikan keuntungan kepada masyarakat yang terlibat.

Konsepsi blue economy dapat menawarkan platform yang luas dari ide-ide inovatif yang telah diimplementasikan di dunia, sehingga dapat menginspirasi kaum muda dan mendorong kemauan untuk, berwirausaha di setiap sektor bisnis kelautan dan perikanan melalui pemanfaatan sumber daya yang tersedia secara berkelanjutan. Ia mencontohkan, keberhasilan Pemerintah Maroko dalam memanfaatkan sumber daya alam  secara berkelanjutan dengan prinsip ekonomi biru dan teknologi yang ramah lingkungan, mampu meningkatkan pendapatan nelayan maupun perekonomian negaranya.

“Kendati Maroko sebuah negara kecil, mereka mampu meningkatkan pemanfaatan SDA hingga berlipat ganda, sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan yang mencapai lima kali lipat ,” ungkapnya. Di samping itu,  ia pun menyampaikan sarannya agar, pemerintah Indonesia dapat melirik rumput laut untuk digunakan di dalam produksi tekstil.

“ Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan rumput laut sebagai bahan substansi pengganti kapas yang bersahabat dengan lingkungan,” jelasnya.

Gunter Pauli telah menelurkan sebuah buku yang berjudul Ekonomi Biru: 10 tahun - 100 inovasi - 100 juta pekerjaan. Buku ini mengungkapkan tujuan akhir dari model ekonomi biru yang akan menggeser masyarakat dari kelangkaan menuju  kelimpahan dengan apa yang kita miliki "with what we have".

Sumber : KKP NEWS 
 

AWAL KEBANGKITAN AGRIBISNIS di POLITEKNIK KELAUTAN dan PERIKANAN SIDOARJO

Januari 2015 merupakan bulan dan tahun KERAMAT bagi taruna-taruni AGRIBISNIS Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo. Oh yah, benarkah ...