Indonesia
merupakan negara kepulauan terbesar didunia dengan jumlah pulau
sebanyak 17.504 pulau. Dari jumlah tersebut ternyata hanya 12,38 % atau
sekitar 2.342 pulau saja yang berpenghuni. Sisanya 87,62 % atau sebanyak
15.337 pulau tidak berpenghuni. Demikian disampaikan Sudirman Saad,
Dirjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) Kementerian
Kelautan dan Perikanan.
Sudirman
menjelaskan, dari jumlah 17.504 pulau tersebut, pemerintah Indonesia
pada tahun 2007 pada Sidang PBB United Nations Conference on the
Standardization of Geographical Names (UNCSGN) di New York, telah
mendepositkan sejumlah 4.981 pulau ke PBB. Pada tahun 2012 jumlahnya
sudah mencapai 13.466 pulau yang sudah didepositkan. Proses toponimi
pulau sendiri koordinasikan oleh Kementerian Dalam Negeri dengan
melibatkan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Koordinasi Survei
dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), Dinas Hidro Oceanografi
(Dishidros) TNI AL dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
sesuai amanah Perpres No. 112 tahun 2006 tentang Tim Nasional Pembakuan
Nama Rupa Bumi yang disahkan pada tanggal 29 Desember 2006. “Kami
berharap pada tahun 2014 toponimi dan deposit nama pulau di PBB
selesai,” katanya.
Menurut
Sudirman, pemerintah memberi prioritas penanganan pengelolaan pulau
kecil adalah terhadap 92 pulau terluar. Bila pembakuan pulau terhadap
pulau yang berada di wilayah perairan pedalaman hanya terkait internal
pemerintah NKRI, untuk pengelolaan pulau terluar justru menyangkut soal
kedaulatan dan pertahanan negara. Hilangnya pulau kecil di perbatasan
yang diakibatkan alam atau klaim oleh negara tetangga, dampaknya dapat
mengubah batas wilayah suatu negara. Untuk itu, pengelolaan di pulau
bersangkutan sangat penting, baik bagi pulau yang tak berpenghuni maupun
yang berpenghuni. “Saat ini, dari jumlah 92 pulau terluar, hanya ada 31
pulau yang berpenghuni, selebihnya tak berpenghuni. Untuk itu,
pemerintah, secara bersama-sama melakukan pengelolaan dan pemberdayaan
pulau tersebut,” tegasnya.
Adopsi Pulau
Suksesnya
pembangunan suatu wilayah tidak terlepas dari besarnya anggaran yang
akan digunakan. Artinya dengan dana terbatas, sangatlah sulit
mengembangkan wilayah secara maksimal. Kondisi inilah yang kini sedang
dihadapi pemerintah daerah bahkan juga pemerintah pusat. Keterbatasan
anggaran ini telah mendorong Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
membuat program kerjasama dengan berbagai pihak, baik swasta, BUMN dan
perguruan tinggi. Fokus kerjasama adalah untuk mengembangkan pulau pulau
kecil dan pulau terluar.
Pro
kontra pun muncul dengan program tersebut. Namun banyak pihak
berpendapat, rencana pemerintah tersebut merupakan sebuah gebrakan
positif dalam upaya pemberdayaan pulau-pulau terdepan Indonesia agar
masyarakat penghuni pulau tersebut tidak merasa terasing di negaranya
sendiri, dan lebih memilih membangun komunikasi dengan negara tetangga.
Jika pola pemberdayaan ini tidak segera dilakukan maka eksistensi
kedaulatan NKRI akan menjadi goyah. Masyarakat pulau terluar akan mudah
tergoda dengan perkembangan pembangunan di negara tetangga, dan lama
kelamaan tidak lagi merasa dirinya sebagai orang Indonesia.
Salah
satu implementasi kerjasama tersebut adalah program Adopsi Pulau.
Program yang digagas oleh Direktorat Jenderal KP3K ini memang sangat
strategis. Dimana, KKP mengajak swasta maupun BUMN dan perguruan tinggi
untuk memberikan kontribusi bagi pengembangan ekonomi lokal di pulau
kecil melalui fasilitasi sarana prasarana maupun kemudahan pengembangan
usaha di bidang kelautan dan perikanan di pulau tersebut. “Menjalin
kemitraan baik dengan pihak swasta maupun BUMN sangat penting untuk
dilakukan. Keterlibatannya dalam mendorong pergerakan ekonomi lokal
dapat diwujudkan melalui Program Corporate Social Responsibility (CSR)
atau Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)," kata Sudirman.
Dijelaskan,
pengelolaan pulau-pulau kecil yang ditawarkan pemerintah kepada swasta
dan BUMN, merupakan sebuah langkah nyata dalam menjaga dan memelihara
kedaulatan NKRI. Gagasan tersebut muaranya pada pemberdayaan masyarakat
di pulau tersebut, tetapi titik utamanya pada pemeliharaan kedaulatan
negara agar warga di pulau terluar tersebut tidak terpikat dengan
kemajuan peradaban yang dimiliki negara tetangga. “Program adopsi pulau
tersebut diprioritaskan pada pembangunan yang ramah lingkungan, dan
memberdayakan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Pemerintah,
memberi dukungan berupa pengembangan infrastruktur dasar seperti
pembangunan pembangkit listrik tenaga surya dan pembangunan sarana di
pulau kecil,” ujarnya.
Pulau kecil
Dijelaskan, pemerintah melalui KKP menawarkan 20 pulau-pulau
kecil di Indonesia. Ke-20 pulau kecil itu antara lain Pulau Lepar di
Bangka Belitung, Enggano (Bengkulu), Kemujan (Jateng), Maradapan
(Kalsel), Maratua (Kaltim), Sebatik (Kaltim), Siantar (Kepulauan Riau),
Gili Belek (NTB), Pasaran (Lampung), Dullah (Maluku), Koloray (Maluku
Utara), dan Alor (NTT). Sedangkan pulau lainnya adalah pulau Mansuar di
Papua Barat, Battoa (Sulbar), Selayar (Sulsel), Samatellu Pedda
(Sulsel), Lingayan (Sulteng), Manado Tua (Sulut), Gangga (Sulut), dan
Mentehage (Sulut). “Tawaran pemerintah kepada swasta untuk mengelola 20
pulau kecil mulai tahun ini, dengan harapan agar kontribusi yang
diberikan pihak swasta dapat memberdayakan masyarakat di pulau-pulau
tersebut,” tambahnya.
Menurut Sudirman, program adopsi pulau merupakan salah satu
cara untuk memberikan perhatian pada pulau-pulau kecil dan terluar di
Indonesia, sejumlah perusahaan diminta untuk mengadopsi pulau. Jika
adopsi pulau dilakukan perusahaan bisa membantu warga pulau kecil
sekaligus menggantikan peran pemerintah yang tidak bisa mengawasi semua
pulau-pulau kecil yang ada. “Dasar hukumnya ada, yaitu kewajiban
memperdayakan pulau pulau kecil dan masyarakat pesisir dengan
pembangunan infrastrukturnya,” katanya.
Sudirman menegaskan, karena minimnya perhatian terhadap
pulau-pulau kecil di Indonesia memicu sejumlah kasus. Diantaranya,
eksplotasi pulau dan isinya sehingga berakibat lingkungan di pulau itu
hancur. Jadi dengan adopsi pulau diharapkan dapat membantu masyarakat
pulau tersebut untuk menaikan pendapatan perkapita, pendidikan,
kesehatan serta memperbaiki lingkungan yang rusak. “KKP juga telah
membuat pedoman umum program adopsi pulau sebagai rambu-rambu aturan
pengelolaan pulau kecil secara ketat dan komprehensif. Kami juga tidak
mentolerir perusahaan yang merusak pulau itu,” tandasnya.
Perguruan tinggi
Sudirman
menambahkan, untuk tahun 2012, KKP memfokuskan pembangunan di 12 pulau
kecil terluar. Ke 12 pulau itu meliputi Pulau Sebatik, Nusakambangan,
Miangas, Marore, Marampit, Lingayan, Maratua, Wetar, Alor, Enggano,
Simuk, dan Dubi Kecil. Pertimbangannya, meski memiliki sumber daya alam
yang besar, namun pulau-pulau ini juga memiliki banyak keterbatasan,
khususnya terkait kondisi masyarakatnya. Pada umumnya pulau-pulau kecil
terluar ini masih tertinggal, terutama terkait ketersediaan
infrastruktur yang terbatas. “Pembangunan pulau-pulau ini memang
memerlukan partisipasi semua pihak, termasuk perguruan tinggi,”
tegasnya.
KKP,
kata Sudirman akan menggandeng berbagai perguruan tinggi. Khususnya
kerja sama dengan mengadopsi pulau-pulau kecil sebagai wilayah binaan
bersama. Pengembangan dalam program adopsi diprioritaskan pada berbagai
kegiatan pembangunan yang ramah lingkungan serta memberdayakan
masyarakat setempat. Misalnya Pulau Sebatik di Kabupaten Nunukan,
Kalimantan Timur, yang berbatasan langsung dengan Malaysia Pulau ini
menjadi salah satu fokus kerjasama yang akan dilakukan KKP dengan
perguruan tinggi di Indonesia. “Kerja sama ini juga untuk
mengimplementasikan amanat dari Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2010
tentang Pemanfaatan Pulau-pulau Kecil Terluar untuk pertahanan dan
keamanan, kesejahteraan masyarakat, dan pelestarian lingkungan,” tegas
Sudirman.