Misi
Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dipimpin oleh Gellwyn Jusuf,
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, bersama Kementerian Luar Negeri
R.I. yang didampingi oleh perwakilan Pemerintah RI di Bangkok (KBRI)
berhasil menyelesaikan negosiasi Memorandum Saling Pengertian
(MSP) Kerjasama Bilateral di Bidang Perikanan dengan Pemerintah
Thailand. MSP tersebut merupakan hasil pembahasan intensif pada
pertemuan informal dengan Direktur Jenderal Perikanan Thailand dan
Perwakilan Pemerintah Thailand pada tanggal 30 Juli 2013, di
Bangkok-Thailand. Draft MSP yang telah disepakati kedua belah pihak
diharapkan dapat ditandatangani oleh Para Menteri yang menangani
Perikanan dihadapan Kedua Pimpinan Negara Indonesia dan Thailand pada
saat Pertemuan Puncak Para Pimpinan APEC (APEC Leaders' Summit) yang
akan diselenggarakan di Bali pada bulan Oktober 2013.
Melalui
penandatanganan MSP tersebut, akan memperkuat upaya Pemerintah
Indonesia dalam mendukung pembangunan di sektor perikanan melalui
program industrialisasi perikanan yang saat ini tengah gencar-gencarnya
dilaksanakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. MSP ini juga
diharapkan dapat memperkuat berbagai upaya pengingkatan investasi usaha
perikanan di dalam negeri, khususnya pemberantasan praktek-praktek
penangkapan ikan yang tidak sah (Illegal Fishing) yang dilakukan oleh
kapal-kapal berbendera asing. MSP juga menegaskan klausul yang terkait
dengan pengembalian Anak Buah Kapal (ABK) dan nelayan dari kapal-kapal berbendera Thailand yang tertangkap jika melakukan penangkapan ikan secara ilegal (IUU Fishing) di wilayah perairan Indonesia, pemulangan ABK dan nelayan tersebut akan menjadi tanggung jawab negara bendera.
Dalam rangka pemberantasan IUU Fishing
tersebut, kedua negara lebih lanjut menyepakati perlunya pertukaran
data dan informasi, khususnya terkait dengan data ekspor dan impor
produksi perikanan, data pendaratan ikan, registrasi kapal dan data
penghapusan sertifikat negara asal kapal (Deletion Certificate).
Disamping itu, kedua negara juga sepakat untuk menunjuk otoritas
kompeten dan melaksanakan Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan (SHTI) yang diperluas tidak hanya untuk produk-produk perikanan hasil tangkapan di laut yang akan di re-ekspor
ke Uni Eropa, tetapi penerapan SHTI akan juga meliputi semua produk
yang diekspor Indonesia ke Thailand. Melalui pelaksanaan
mekanisme-mekanisme tersebut diharapkan dapat diketahui dengan pasti
ketertelusuran data kapal perikanan serta menjamin produk asal ikan yang
didaratkan oleh kapal-kapal perikanan tersebut bukan merupakan hasil
dari kegiatan IUU Fishing.
Lebih
lanjut, dalam rangka peningkatan investasi usaha perikanan di
Indonesia, MSP tersebut juga akan memperkuat berbagai upaya peningkatan
kapasitas (capacity building) yang telah dilakukan, antara lain melalui
pelaksanaan program-program peningkatan kapasitas dan keterampilan
nelayan. Melalui area kerjasama ini, diharapkan para nelayan tersebut
tidak hanya terampil dalam melakukan penangkapan ikan di laut, tetapi
juga sekaligus dapat menjaga penanganan mutu ikan yang baik dari
penangkapan sampai dengan didaratkan, sehingga dapat menjamin mutu
suplai bahan baku ikan ke industri-industri pengolahan ikan di
Indonesia.
Penyelesaian
negoisasi MSP ini merupakan sebuah pencapaian positif dan langkah maju
yang telah dilakukan Pemerintah Indonesia, khususnya oleh Kementerian
Kelautan dan Perikanan, mengingat penyelesaian negoisasi kesepakatan
telah tertunda cukup lama sejak tahun 2006. Hasil yang menggembirakan
ini seolah melengkapi pencapaian positif yang dilakukan oleh Kementerian
Kelautan dan Perikanan di bidang Kerjasama Perikanan. Hal ini mengingat
pada bulan Mei 2013, proses negoisasi MSP yang sama dengan negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT)
juga telah berhasil diselesaikan dan Memorandum Saling Pengertian
tersebut juga akan ditandatangani pada saat pertemuan APEC Leaders'
Summit. Disamping itu, pada bulan sebelumnya Juni 2013, Delegasi
Indonesia yang dipimpin oleh Gellwynn Jusuf, juga telah berhasil
memperjuangkan diterimanya Indonesia sebagai negara Cooperating Non-Member (CNM) pada Organisasi Perikanan Tuna Regional Inter American Tropical Tuna Commission
(IATTC). Dengan masuknya Indonesia sebagai CNM tersebut, Indonesia
memiliki kesempatan untuk memperluas wilayah penangkapan ikannya ke laut
lepas dengan turut memanfaatkan sumber daya perikanan tuna di wilayah
Samudera Pasifik Bagian Timur, setelah terlebih dahulu akan mendaftarkan
armada penangkapan ikan ke organisasi tersebut.
Melalui
berbagai pencapaian positif ini, kerjasama yang dilakukan diharapkan
dapat memperkuat berbagai upaya Pemerintah dalam pembangunan sektor
kelautan dan perikanan, sehingga pada akhirnya dapat berkontribusi pada
keberlanjutan pembangunan sumber daya dan usaha perikanan guna
peningkatan kesejahteraan nelayan Indonesia.
No comments:
Post a Comment