~~~ Selamat untuk PRODI AGRIBISNIS PERIKANAN (Prodi AGP) Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo telah ter Akreditasi B oleh BAN PT, semoga di masa depan menjadi lebih BAIK ~~~ ... Aamiin ya robbal aalamiin... ~~~ <<< sukses untuk Prodi AGP >>>

Tuesday, September 8, 2009

 NEGARA, BANGSA DAN RAKYAT INDONESIA

RAKYAT INDONESIA sudah berproses menjadi BANGSA, kemudian dengan perang kemerdekaan bangsa Indonesia MEMBENTUK NEGARA dengan menguasai wilayah bangsa itu secara bertahap:
1.    Menundukkan saingannya dalam hal ini Belanda yang ingin kembali menjajah.
2.    Menentukan batas-batas wilayah kekuasannya  (wilayah Hindia Belanda).
3.    Membentuk polisi dan pengadilan untuk menciptakan ketertiban, dan
4.    Tahap penetrasi administrasi yaitu PEMBENTUKAN BIROKRASI UNTUK MELAKSANAKAN UNDANG-UNDANG DAN PENGUMPULAN PAJAK.

Dengan demikian, NEGARA, PEMERINTAH DAN BIROKRASI harus merupakan ALAT DARI BANGSA untuk melaksanakan kehendaknya seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.

Bangsa disini yaitu “Rakyat Indonesia” yang melalui Pemilu membentuk MPR. MPR kemudian mengangkat PRESIDEN untuk membentuk pemerintahan. PRESIDEN disini sebagai KEPALA PEMERINTAHAN, kemudian Pemerintah membentuk BIROKRASI UNTUK MELAKSANAKAN UU DAN PENGUMPULAN PAJAK.

Oleh karena itulah BIROKRASI disini sebenarnya merupakan aparat “MELAYANI” RAKYAT YANG MENJADI BANGSA untuk mewujudkan kehendaknya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pertanyaannya, Apakah mungkin pemerintah dapat menggunakan kekuasaan negara tidak untuk melaksanakan kehendak rakyat, tetapi untuk melaksanakan kehendak pemerintah sendiri?? SECARA KONSEPTUAL DAN KONSTITUSIONAL TIDAK MUNGKIN, TETAPI DALAM PRAKTEK BISA TERJADI. Kalau ini terjadi, maka akan bertentangan dengan konsep negara kebangsaan (nation state) Indonesia dan bertentangan dengan konstitusi (UUD 1945) yaitu pokok2 pikiran yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 yang telah dirumuskan oleh bangsa Indonesia,

Dalam pengetian umum “RAKYAT” adalah individu2 yang menjadi “anggota warga negara” . Individu2 ini tidak hanya terkait dengan aturan bernegara saja, tetapi terikat pula oleh aturan2 yang mengatur sistem inter-aksi, inter-relasi dan inter-pendensi dalam kelompoknya. Keseluruhan kompleks hubungan manusia (individu) yang luas dan terpola itu dinamakan “masyarakat”.

BEBERAPA MACAM MASYARAKAT:
1.    Masyarakat yang anggota2nya berasal dari satu suku dinamakan masyarakat suku (Batak, Padang, Jawa, Sunda, Madura, dll)
2.    Masyarakat yang anggota2nya para ilmuwan disebut masyarakat ilmiah.
3.    Masyarakat kota adalah yang anggotanya warga kota.
4.    Masyarakat yang anggota2nya para warga negara, dinamakan masyarakat warga negara (Civil Society) atau masyarakat “MADANI” (masyarakat yang menjunjung tinggi nilai2 peradaban).

Dalam hubungannya dengan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, maka STATUS antara anggota masyarakat tersebut adalah pada KEWARGANEGARAANNYA, bukan pada kesukuannya, agamanya, golongannya ataupun paham politiknya,
CIVIL SOCIETY tidak bisa (diterjemahkan) menjadi MASYARAKAT SIPIL, karena akan menyebabkan DICHOTOMI SIPIL-MILITER. Falsafah bangsa kita PANCASILA tidak menganut paham itu, tetapi MENGANUT PAHAM KEBERSAMAAN terlepas dari status dan peran warga bangsa tersebut.
CIVIL SOCIETY pertama-tama berkaitan dengan kata “CIVIC”,  “CITIZEN”, yang artinya WARGA NEGARA. Jadi pelajaran Civic berkaitan dengan menjadi warga negara.

Dalam praktek kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat ESENSINYA adalah ADANYA KESAMAAN POLA PIKIR, POLA SIKAP DAN POLA TINDAK SESEORANG SEBAGAI WARGA NEGARA, WARGA BANGSA (WARGA MASYARAKAT BANGSA). Hal ini sudah diatur dalam falsafah/ideologi Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, UU dan produk hukum lainnya.
      Karena REALITANYA kita berasal dari salah satu suku/daerah atau kelompok masyarakat di Indonesia, maka untuk dapat memahaminya lihat diagram berikut:

Diagram Hubungan Negara, Bangsa, Masyarakat dan Individu

Negara
Daerah
Individu
Bangsa
Masyarakat
Kepribadian

      Makna diagram di atas: NEGARA mempunyai bangsa, DAERAH mempunyai masyarakat dan individu mempunyai kepribadian.

      MAKNA LEBIH LANJUT adalah bahwa pola pikir, pola sikap dan pola perilaku seseorang SEBAGAI PRIBADI dipersilakan UNTUK DILAKUKAN SENDIRI.

      Belum tentu kebiasaan seseorang dapat diterima oleh masyarakat daerah maupun bangsa dan negara. Seseorang yang termasuk dalam kelompok masyarakat daerah juga tidak bisa memaksakan ataupun menerapkan pola pikir, dsb. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

      Contoh: apabila di kantor atau lembaga pemerintah milik negara RI seseorang berbahasa daerah (Sunda, Jawa, dll.), maka praktek ini dapat membuat orang lain yang tidak mengerti bahasa tersebut merasa risi bahkan tersinggung sehingga orang tersebut dinilai tidak tahu aturan dan tidak tahu sopan santun atau KURANG SADAR dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

      SEBAGAI WARGA NEGARA DAN WARGA BANGSA YANG BAIK maka seseorang seharusnya menggunakan aturan2 berbangsa dan bernegara yang telah disepakati bersama yaitu dengan BERBAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR. Jadi meletakkan sesuatu pada tempatnya.

      Sebaliknya apabila sikap berbangsa dan bernegara yang telah disepakati bersama itu DIBAWA KE MASYARAKAT/DAERAH TANPA MENGHILANGKAN IDENTITAS daerah/masyarakat atau individu, maka akan lebih menyuburkan rasa, faham dan semangat kebangsaan.

Diagram  Arah Perilaku

                                                                                <<<<<<  Arah yang salah
Negara
Daerah
Individu
Bangsa
Masyarakat
Kepribadian
Arah yang salah >>>>>>

            Rasa kebangsaan menumbuhkan faham kebangsaan atau NASIONALISME yaitu cita2 atau pemikiran2 bangsa dengan karakteristik yang berbeda dengan bangsa lain (jati diri).

            Esensi faham kebangsaan Indonesia ialah Pancasila. Pancasila sebagai pandangan hidup, falsafah hidup bangsa, kemudian menjadi dasar negara dan sekaligus ideologi negara.

Rasa kebangsaan dan faham kebangsaan melahirkan “SEMANGAT KEBANGSAAN” yaitu semangat untuk MEMPERTAHANKAN EKSISTENSI BANGSA dan semangat untuk menjunjung tinggi martabat bangsa. Semangat kebangsaan seringkali disebut sebagai “PRATIOTISME”.
      Semangat kebangsaan suatu bangsa tergantung pada kondisi, situasi dan tantangan yang dihadapi oleh bangsa itu pada kurun waktu tertentu.

      TANTANGAN yang dihadapi dewasa ini adalah MENSEJAJARKAN DIRI dengan bangsa2 yang telah maju. Namun FAHAM KEBANGSAAN INDONESIA SEBAGAI JATI DIRI BANGSA harus dibela secara gigih, dipertahankan, diperjuangkan dan direalisasikan secara murni dan konsekwen oleh SETIAP GENERASI BANGSA INDONESIA dari waktu ke waktu.

No comments:

AWAL KEBANGKITAN AGRIBISNIS di POLITEKNIK KELAUTAN dan PERIKANAN SIDOARJO

Januari 2015 merupakan bulan dan tahun KERAMAT bagi taruna-taruni AGRIBISNIS Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo. Oh yah, benarkah ...