RAKYAT
INDONESIA sudah berproses menjadi BANGSA, kemudian dengan perang kemerdekaan
bangsa Indonesia MEMBENTUK NEGARA dengan menguasai wilayah bangsa itu secara
bertahap:
1.
Menundukkan saingannya dalam hal ini Belanda
yang ingin kembali menjajah.
2.
Menentukan batas-batas wilayah
kekuasannya (wilayah Hindia Belanda).
3.
Membentuk polisi dan pengadilan untuk
menciptakan ketertiban, dan
4.
Tahap penetrasi administrasi yaitu
PEMBENTUKAN BIROKRASI UNTUK MELAKSANAKAN UNDANG-UNDANG DAN PENGUMPULAN PAJAK.
Dengan demikian, NEGARA, PEMERINTAH DAN
BIROKRASI harus merupakan ALAT DARI BANGSA untuk melaksanakan kehendaknya
seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.
Bangsa disini yaitu “Rakyat Indonesia” yang
melalui Pemilu membentuk MPR. MPR kemudian mengangkat PRESIDEN untuk membentuk
pemerintahan. PRESIDEN disini sebagai KEPALA PEMERINTAHAN, kemudian Pemerintah
membentuk BIROKRASI UNTUK MELAKSANAKAN UU DAN PENGUMPULAN PAJAK.
Oleh karena itulah BIROKRASI disini
sebenarnya merupakan aparat “MELAYANI” RAKYAT YANG MENJADI BANGSA untuk
mewujudkan kehendaknya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pertanyaannya, Apakah mungkin pemerintah
dapat menggunakan kekuasaan negara tidak untuk melaksanakan kehendak
rakyat, tetapi untuk melaksanakan kehendak pemerintah sendiri?? SECARA
KONSEPTUAL DAN KONSTITUSIONAL TIDAK MUNGKIN, TETAPI DALAM PRAKTEK BISA TERJADI.
Kalau ini terjadi, maka akan bertentangan dengan konsep negara kebangsaan
(nation state) Indonesia dan bertentangan dengan konstitusi (UUD 1945) yaitu
pokok2 pikiran yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 yang telah dirumuskan
oleh bangsa Indonesia,
Dalam pengetian umum “RAKYAT” adalah
individu2 yang menjadi “anggota warga negara” . Individu2 ini tidak
hanya terkait dengan aturan bernegara saja, tetapi terikat pula oleh
aturan2 yang mengatur sistem inter-aksi, inter-relasi dan
inter-pendensi dalam kelompoknya. Keseluruhan kompleks hubungan manusia
(individu) yang luas dan terpola itu dinamakan “masyarakat”.
BEBERAPA
MACAM MASYARAKAT:
1.
Masyarakat yang anggota2nya berasal dari satu
suku dinamakan masyarakat suku (Batak, Padang, Jawa, Sunda, Madura, dll)
2.
Masyarakat yang anggota2nya para ilmuwan
disebut masyarakat ilmiah.
3.
Masyarakat kota adalah yang anggotanya warga
kota.
4.
Masyarakat yang anggota2nya para warga
negara, dinamakan masyarakat warga negara (Civil Society) atau masyarakat
“MADANI” (masyarakat yang menjunjung tinggi nilai2 peradaban).
Dalam hubungannya dengan bermasyarakat
berbangsa dan bernegara, maka STATUS antara anggota masyarakat tersebut adalah
pada KEWARGANEGARAANNYA, bukan pada kesukuannya, agamanya, golongannya ataupun
paham politiknya,
CIVIL SOCIETY tidak bisa (diterjemahkan)
menjadi MASYARAKAT SIPIL, karena akan menyebabkan DICHOTOMI SIPIL-MILITER.
Falsafah bangsa kita PANCASILA tidak menganut paham itu, tetapi MENGANUT PAHAM
KEBERSAMAAN terlepas dari status dan peran warga bangsa tersebut.
CIVIL SOCIETY pertama-tama berkaitan dengan
kata “CIVIC”, “CITIZEN”, yang artinya
WARGA NEGARA. Jadi pelajaran Civic berkaitan dengan menjadi warga negara.
Dalam praktek kehidupan bernegara, berbangsa
dan bermasyarakat ESENSINYA adalah ADANYA KESAMAAN POLA PIKIR, POLA SIKAP DAN
POLA TINDAK SESEORANG SEBAGAI WARGA NEGARA, WARGA BANGSA (WARGA MASYARAKAT
BANGSA). Hal ini sudah diatur dalam falsafah/ideologi Pancasila, Undang-undang
Dasar 1945, UU dan produk hukum lainnya.
Karena
REALITANYA kita berasal dari salah satu suku/daerah atau kelompok masyarakat di
Indonesia, maka untuk dapat memahaminya lihat diagram berikut:
Diagram Hubungan
Negara, Bangsa, Masyarakat dan Individu
Negara
|
Daerah
|
Individu
|
Bangsa
|
Masyarakat
|
Kepribadian
|
Makna
diagram di atas: NEGARA mempunyai bangsa, DAERAH mempunyai masyarakat dan
individu mempunyai kepribadian.
MAKNA
LEBIH LANJUT adalah bahwa pola pikir, pola sikap dan pola perilaku seseorang
SEBAGAI PRIBADI dipersilakan UNTUK DILAKUKAN SENDIRI.
Belum
tentu kebiasaan seseorang dapat diterima oleh masyarakat daerah maupun bangsa
dan negara. Seseorang yang termasuk dalam kelompok masyarakat daerah
juga tidak bisa memaksakan ataupun menerapkan pola pikir, dsb. Dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Contoh:
apabila di kantor atau lembaga pemerintah milik negara RI seseorang berbahasa
daerah (Sunda, Jawa, dll.), maka praktek ini dapat membuat orang lain yang
tidak mengerti bahasa tersebut merasa risi bahkan tersinggung sehingga orang
tersebut dinilai tidak tahu aturan dan tidak tahu sopan santun atau KURANG
SADAR dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
SEBAGAI
WARGA NEGARA DAN WARGA BANGSA YANG BAIK maka seseorang seharusnya menggunakan
aturan2 berbangsa dan bernegara yang telah disepakati bersama yaitu dengan
BERBAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR. Jadi meletakkan sesuatu pada
tempatnya.
Sebaliknya
apabila sikap berbangsa dan bernegara yang telah disepakati bersama itu DIBAWA
KE MASYARAKAT/DAERAH TANPA MENGHILANGKAN IDENTITAS daerah/masyarakat atau
individu, maka akan lebih menyuburkan rasa, faham dan semangat kebangsaan.
Diagram Arah Perilaku
<<<<<< Arah
yang salah
|
||
Negara
|
Daerah
|
Individu
|
Bangsa
|
Masyarakat
|
Kepribadian
|
Arah yang salah >>>>>>
|
Rasa kebangsaan menumbuhkan faham
kebangsaan atau NASIONALISME yaitu cita2 atau pemikiran2 bangsa dengan
karakteristik yang berbeda dengan bangsa lain (jati diri).
Esensi faham kebangsaan Indonesia
ialah Pancasila. Pancasila sebagai pandangan hidup, falsafah hidup bangsa,
kemudian menjadi dasar negara dan sekaligus ideologi negara.
Rasa kebangsaan dan faham kebangsaan
melahirkan “SEMANGAT KEBANGSAAN” yaitu semangat untuk MEMPERTAHANKAN EKSISTENSI
BANGSA dan semangat untuk menjunjung tinggi martabat bangsa. Semangat
kebangsaan seringkali disebut sebagai “PRATIOTISME”.
Semangat kebangsaan suatu bangsa tergantung
pada kondisi, situasi dan tantangan yang dihadapi oleh bangsa itu pada kurun
waktu tertentu.
TANTANGAN
yang dihadapi dewasa ini adalah MENSEJAJARKAN DIRI dengan bangsa2 yang telah
maju. Namun FAHAM KEBANGSAAN INDONESIA SEBAGAI JATI DIRI BANGSA harus dibela
secara gigih, dipertahankan, diperjuangkan dan direalisasikan secara murni dan
konsekwen oleh SETIAP GENERASI BANGSA INDONESIA dari waktu ke waktu.
No comments:
Post a Comment