Kata “demokrasi” berasal
dari bahasa latin “demos” = rakyat dan “cratein atau cratos” = kekuasaan è rakyat yang berkuasa atau government or rule by the people.
DEMOKRASI merujuk pada konsep:
- Kehidupan negara atau masyarakat dimana warga negara dewasa turut
berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakilnya yang dipilih.
- Pemerintahannya mendorong dan menjamin kemerdekaan berbicara,
beragama, berpendapat, berserikat, menegakkan “rule of law”. Adanya
pemerintahan mayoritas yang menghormati hak-hak kelompok minoritas, dan
- masyarakat yang warganegaranya saling memberi perlakuan yang sama.
Pengertian tersebut pada
dasarnya merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln, mantan Presiden AS yang
menyatakan bahwa “ DEMOKRASI ADALAH
SUATU PEMERINTAHAN DARI RAKYAT, OLEH RAKYAT DAN UNTUK RAKYAT”
Karena “RAKYAT” yang menjadi centrumnya, maka demokrasi oleh Pabotinggi
(2002) disikapi sebagai pemerintahan yang memiliki paradigma otosentrisitas yakni
rakyatlah yang menjadi kriteria dasar demokrasi.
Sebagai suatu SISTEM
SOSIAL KENEGARAAN, USIS (1995:6) mengintisarikan
DEMOKRASI sebagai suatu sistem yang memiliki 11 pilar atau sokoguru, yakni:
1.
Kedaulatan rakyat
2.
Pemerintahan berdasarkan
persetujuan dari yang diperintah
3.
Kekuasaan mayoritas
4.
Hak-hak minoritas
5.
Jaminan hak-hak asasi
manusia
6.
Pemilihan yang bebas dan
jujur
7.
Persamaan di depan hukum
yang wajar
8.
Proses hukum yang wajar
9.
Pembatasan pemerintah
secara konstitusional
10. Pluralisme sosial, ekonomi dan politik
11. Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerjasama dan mufakat.
Sanusi (1998:4-12) mengidentifikasi adanya 10 pilar demokrasi menurut UUD
1945, yaitu:
1.
Demokrasi yang ber
Ketuhanan Yang Maha Esa
2.
Demokrasi dengan
Kecerdasan
3.
Demokrasi yang ber
Kedaulatan Rakyat
4.
Demokrasi dengan “Rule
of Law”
5.
Demokrasi dengan
Pembagian Kekuasaan Negara
6.
Demokrasi dengan Hak
Asasi Manusia
7.
Demokrasi dengan
Pengadilan yang Merdeka
8.
Demokrasi dengan Otonomi
Daerah
9.
Demokrasi dengan
Kemakmuran
10.
Demokrasi yang ber
Keadilan Sosial
Bila dibandingkan,
sesungguhnya SECARA ESENSIAL TERDAPAT
KESESUAIAN antara 11 pilar demokrasi universal ala USIS (1995) dengan 9 dari 10
pilar demokrasi Indonesia ala Sanusi (1998).
YANG TERDAPAT DALAM
PILAR DEMOKRASI UNIVERSAL adalah: salah
satu pilar demokrasi Indonesia yakni “DEMOKRASI BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA
ESA”. è inilah yang merupakan
CIRI KHAS DEMOKRASI INDONESIA yang dalam pandangan
Maududi dan kaum muslim (Elpoisito dan Vpll (1999:28) disebut “TEODEMOKRASI”, yakni demokrasi dalam
konteks kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan kata lain DEMOKRASI UNIVERSAL adalah demokrasi
yang bernuansa sekuler, sedangkan DEMOKRASI
INDONESIA adalah demokrasi ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.
DEMOKRASI TERBAGI DALAM DUA KATEGORI DASAR:
- DEMOKRASI LANGSUNG
- DEMOKRASI PERWAKILAN
- DEMOKRASI LANGSUNG è semua warga negara tanpa melalui pejabat yang dipilih atau diangkat, DAPAT
IKUT SERTA dalam pembuatan keputusan negara. Sistem ini hanya cocok untuk
relatif sejumlah kecil orang.
Misalnya: ormas/parpol
- DEMOKRASI PERWAKILAN è para warganya memilih pejabat-2
untuk membuat keputusan politik yang rumit, merumuskan undang-2 dan menjalankan
program untuk kepentingan umum.
CARA PEMILIHAN WAKIL:
- Pada tingkat nasional para pembuat undang-2 bisa dipilih oleh
distrik-2 (kota/kabupaten) yang masing-2 memilih satu wakil.
- SISTEM PERWAKILAN PROPORSIONAL. Setiap partai politik diwakili dalam badan legislatif menurut persentasinya terhadap seluruh suara di tingkat nasional.
Adapun cara yang dipakai è PEJABAT PEMERINTAH DALAM PERWAKILAN MEMANGKU JABATAN ATAS NAMA RAKYAT DAN
TETAP BERTANGGUNGJAWAB KEPADA RAKYAT ATAS TINDAKAN MEREKA.
PERSAMAAN HUKUM
Hak atas persamaan di
depan hukum atau yang lebih dikenal sebagai “perlindungan yang sama oleh hukum”
adalah LANDASAN POKOK bagi masyarakat
yang adil dan demokratis di manapun. Kaya atau miskin, mayoritas etnik ataupun
minoritas agama, sekutu politik negara atau lawan è SEMUANYA BERHAK ATAS PERLINDUNGAN
YANG SAMA DI DEPAN HUKUM
Warganegara dari negara
demokrasi TUNDUK PADA HUKUM karena mereka
mengakui bahwa SEKALIPUN TIDAK LANGSUNG,
mereka menyerahkan diri sebagai pembuat undang-undang itu.
PROSES HUKUM YANG WAJAR
Frank dalam USIS, 1999: MEREKA YANG MENJALANKAN SISTEM PERADILAN PIDANA
MEMPUNYAI KEKUASAAN YANG BERPOTENSI MELAKUKAN PENYALAHGUNAAN DAN MENJADI
TIRANI, ATAS NAMA NEGARA, BANYAK INDIVIDU DIPENJARAKAN, HARTA MEREKA DIRAMPAS,
MEREKA DISIKSA, DIASINGKAN DAN DIHUKUM MATI TANPA DASAR HUKUM DAN SERING TANPA
PERNAH DIKENAI TUDUHAN RESMI.
BEBERAPA SYARAT POKOK BAGI PROSES HUKUM YANG WAJAR DALAM DEMOKRASI:
- Rumah siapapun TIDAK BOLEH dimasuki dan digeledah oleh polisi TANPA PERINTAH PENGADILAN yang menunjukkan adanya alasan kuat untuk penggeledahan itu. Ketukan tengah malam oleh polisi rahasia tidak mendapat tempat dalam demokrasi.
- TIDAK SEORANGPUN BOLEH DITAHAN TANPA TUDUHAN YANG JELAS DAN TERTULIS DAN MEMERINCI TUDUHAN PELANGGARAN.
- Orang yang dituduh melakukan tindakan pidana TIDAK BOLEH DITAHAN BERLARUT-LARUT DI PENJARA. Mereka BERHAK mendapatkan pengadilan yang cepat dan terbuka serta berhadapan menanyai penuduh mereka.
- PIHAK BERWENANG WAJIB MENGABULKAN PERMOHONAN UANG JAMINAN, atau pembebasan bersyarat kepada tertuduh, sambil menunggu pengadilan, jika kecil kemungkinannya bagi tertuduh untuk melarikan diri atau melakukan kejahatan lain
- Orang tidak dapat dipaksa
menjadi saksi melawan dirinya sendiri.
Larangan bagi pemberatan
terhadap diri sendiri ini harus mutlak. Sebagai akibat wajarnya, POLISI TIDAK DAPAT MENGGUNAKAN SIKSAAN ATAU
PENYALAHGUNAAN FISIK ATAU PSIKOLOGIS TERHADAP TERDAKWA DALAM KEADAAN APAPUN.
- Orang tidak boleh menjadi bahaya gandaè yakni mereka tidak boleh dituduh dua kali untuk kejahatan yang sama. SIAPA SAJA YANG DIADILI OLEH PENGADILAN DAN TERNYATA TIDAK BERSALAH TIDAK DAPAT DITUDUH LAGI DENGAN KEJAHATAN YANG SAMA.
- Polisi juga HARUS
MEMBERITAHUKAN TERTUDUH tentang hak-haknya pada saat penahanan,
TERMASUK hak mendapatkan pengacara dan HAK TETAP DIAM (untuk menghindari pemberatan terhadap diri
sendiri).
Cara yang umum dilakukan
oleh TIRANI ialah menuduh lawan-lawan pemerintah sebagai PENGKHIANAT. Karena
itu, PENGKHIANATAN harus diuraikan secara jelas sehingga TUDUHAN ITU TIDAK
DAPAT DIPAKAI sebagai senjata untuk membungkam kritik terhadap pemerintah.
HAKIM bisa diangkat atau dipilih dan menduduki
jabatannya untuk MASA BAKTI TERTENTU ATAU SEUMUR HIDUP. Bagaimanapun cara
mereka dipilih, penting sekali bahwa MEREKA HARUS BEBAS dari setiap kekuasaan
politik negara UNTUK MENJAMIN KETIDAK KEBERPIHAKAN MEREKA.
No comments:
Post a Comment