Liputan6.com, Jakarta - Pencurian ikan di wilayah Indonesia masih sangat sering terjadi. Hal ini ternyata bukan hanya karena lemahnya pengawasan, tetapi karena banyaknya pungutan sehingga kapal asing lebih suka mencuri daripada berinvestasi di Indonesia.
"Retribusi di beberapa wilayah masuk kewenangan provinsi dan kabupetan. Kita akan usahakan untuk dibebaskan karena ini yang membuat investor hanya mau tangkap dan pergi," ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta Pusat, Senin (3/11/2014).
Dia menjelaskan, persentase pungutan untuk kegiatan penangkapan di Indonesia sangat jauh berbeda dengan di Malaysia. Jika di Malaysia, total pungutan yang dikenakan hanya sebesar 3 persen. Sedangkan di Indonesia bisa mencapai 40 persen.
"Di Malaysia, investor dapat keringanan. Di Indonesia, urus PT kena biaya, urus izin prinsip kena biaya, mesinnya bayar, kredit perikanan 12 persen-15 persen, masuk pelelangan ikan kena retribusi 4 persen, total sudah kena 40 persen. Sementara di Malaysia cuma 3 persen," lanjut dia.
Menurutnya, hal ini memang jarang mendapat perhatian dari pemerintah sebelumnya hingga membuat sektor perikanan Indonesia tidak bisa maju.
"Ini hal yang kecil tetapi sudah berlangsung berpuluh-puluh tahun. Kenapa tidak ada yang investasi di sini?, karena lebih baik mencuri dari pada resmi karena terlalu banyak cost," tegas dia.
Untuk itu ke depannya, Susi akan meminta kepada pemerintah daerah untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan pungutan-pungutan yang ada sehingga sektor perikanan di dalam negeri tumbuh dan bersaing.
"Kita akan minta semua pemda menghilangkan pungutan. Bayangkan ikan impor masuk ke Indonesia tidak kena pajak. Tapi ikan dari Cilacap ke Jakarta kena 10 persen," tandas dia. (Dny/Nrm)
No comments:
Post a Comment