8. Pengelompokan Berdasarkan Tipe Produk
Produk akuakultur untuk konsumsi biasanya dijual dalam kondisi hidup atau segar maupun olahan.
a. Produk Hidup
Harga ikan hidup lebih tinggi dibandingkan ikan segar. Sementara, ikan segar memiliki harga yang bervariasi tergantung pada tingkat kesegarannya. Contoh komoditas akuakultur yang umumnya dijual hidup adalah ikan mas, lele, kerapu, dan gurami. Ketika dijual atau diangkut komoditas tersebut harus disertai media/habitat hidupnya sehingga menjadi roluminous (memerlukan tempat yang luas) dan beresiko.
b. Produk Segar
Ikan yang dijual dalam kondisi segar, tingkat kesegarannya dipertahankan dengan menurunkan suhu produk hingga -20 derajat Celcius menggunakan es, cool box, atau refrigerator. Dengan penurunan suhu demikian, perombakan ikan oleh bakteri dapat dikurangi sehingga proses pembusukan dapat dihambat. Contoh komuditas akuakultur yang biasanya dijual dalam keadaan segar adalah udang windu, udang vanamei, udang biru, bandeng, dan tawes. Tergantung pada selera konsumen dan jarak / waktu pengangkutan, beberapa komoditas dijual dengan dua kondisi tersebut, hidup atau segar seperti nila, mujair, dan patin.
c. Produk Olahan
Beberapa komoditas akuakultur diolah terlebih dahulu sebelum dijual. Terdapat beberapa tingal (level) pengolahan, mulai dari yang sederhana hingga rumit. Contohnya adalah pengeringan, pengasinan, filleting, atau deboning yang dilanjutkan dengan pembekuan, hingga pengalengan. Rumput laut merupakan contoh klasik komoditas akuakultur yang dijual dalam bentuk olahan sederhana. Rumput laut dijual dalam kondisi kering (kadar air sekitar 20-30%). Nila dan Patin merupakan contoh komoditas akuakultur yang dipasarkan setelah melalui proses filleting dan deboning yang dilanjutkan dengan pembekuan. Pengolahan pascapanen komoditas akuakultur bisa meningkatkan harga produk, bahkan melebihi harga produk hidup.
9. Pengelompokan Berdasarkan Harga
Komoditas akuakultur dapat juga dikelompokkan berdasarkan harganya pada saat mencapai ukuran pasar (marketable size), yaitu golongan ikan mahal, sedang, dan murah. Harga umumnya terbentuk karena mekanisme pasar antara penawaran (suplai) dan permintaan (demand). Ketika suplai terbatas sementara permintaan tinggi maka terbentuk harga produk yang mahal. Sebaliknya, ketika suplai melimpah sementara permintaan sedikit maka harga akan jatuh.
Selain mekanisme pasar, harga suatu komoditas perikanan budidaya juga ditentukan oleh sifat dari produk tersebut antara lain sebagai berikut :
- Spesies predator (ikan karnivora) umumnya lebih mahal karena dalam memproduksinya menggunakan pakan dengan bahan baku protein yang lebih dominan (konversi protein ke protein), sedangkan ikan omnivora apalagi herbivora relatif murah karenan mengonversi karbohidrat ke protein.
- Tipe produk, ikan hidup relatif mahal dibandingkan dengan ikan segar karena habitat hidup produk yang harus selalu ada dalam setiap pengangkutan dan transaksi penjualan serta resiko kematian merupakan bagian dari biaya produksi dan itu dibebankan kepada konsumen sebagai harga.
- Komoditas yang lambat tumbuh umumnya memiliki harga yang lebih tinggi. Sifat dari komoditas akuakultur tersebut di atas berkaitan langsung dengan biaya produksi
10. Pengelompokan Berdasarkan Tingkat Pengembangan Komersial
Tingkat pengembangan komersial komoditas perikanan budidaya tidak sama. Terdapat empat tingkat pengembangan komersial perikanan budidaya, yaitu industri komersial, industri yang baru tumbuh, skala pilot, dan sebagai besar teknologi yang belum tersedia. Komoditas perikanan budidaya yang telah mencapai tingkat pengembangan komersial dicirikan oleh fasilitas produksi dan teknologi yang sudah mantap, profitable market, dan kontinu dalam penjualan. Pada tingkat ini riset yang dibutuhkan mencakup perbaikan produk, efisiensi produksi, dan pemasaran yang efektif. Industri yang baru tumbuh masih membutuhkan riset beberapa aspek produksim pemasaran, dan kelembagaan. Pada tingkat skala pilot, upaya-upaya yang ditujukan untuk memecahkan masalah yang muncul ketika skala tersebut ditingkatkan. Pada tingkah yang paling rendah, masih banyak teknologi yang perlu dicari dan dimantapkan, terutama teknologi reproduksi, pemeliharaan larva, nutrisi dan pemberian pakan, sistem produksi, dan sebagainya,
Tingkat 3 dan tingkat 4 sebaiknya dikerjakan oleh lembaga penelitian dan perguruan tinggi yang relevan dan kompeten di bidang perikanan budidaya. Tugas institusi tersebut adalah mencari dan mengembangkan spesies sehingga bisa menjadi kandidat komoditas akuakultur andalan melalui penyediaan iptek dan sumberdaya manusia yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku usaha perikanan budidaya.
ingin kembali ke Bagian 1, klik disini
Sumber : Buku Pengantar Akuakultur (Irzal Effendi)
No comments:
Post a Comment