JAKARTA (19/9) – Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Komandan Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal (Satgas 115), Susi Pudjiastuti, Kamis (19/9) menutup rangkaian kegiatan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Satgas 115 di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta Pusat. Sebelumnya, Rakornas satuan tugas yang fokus memberantas kegiatan illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing ini telah diselenggarakan mulai 17-19 September 2019.
Mengawali sambutannya, Menteri Susi mengapresiasi berbagai capaian yang telah berhasil ditoreh Satgas 115 yang merupakan sinergi KKP, Bakamla, TNI Angkatan Laut, Kepolisian Perairan (Polair), dan Kejaksaan Agung dalam lima tahun terakhir. Tak hanya keberhasilan, Satgas 115 pun menemui berbagai tantangan dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, Menteri Susi menyebut, dalam Rakornas selama 3 hari ini, Satgas 115 harus memahami bahwa penegakan hukum IUU fishing tak bisa dilihat sekadar sebagai pencurian ikan saja.
“Banyak sisi dari illegal fishing ini yang sebetulnya bisa mengancam beberapa hal lain, baik keamanan, stabilitas, maupun pertumbuhan ekonomi kita,” tuturnya.
Selain itu, ia meyakini, pola operasi dan sindikat pelaku IUU fishing ini memenuhi semua unsur untuk dikategorikan sebagai transnational organized crime. Ia menilai, sudah seharusnya multidoor approach (pendekatan hukum atas tindak pidana di bidang perikanan dengan berbagai undang-undang) diterapkan.
“Di lapangan, baik penyidik lapangan maupun the first hand yang menangkap, yang menyidik, kemudian yang melakukan investigasi, juga sampai kepada tuntutan, kita tidak boleh lagi normatif atau biasa. Karena kalau keputusan yang kita buat normatif, maka akan banyak keputusan yang akhirnya kita hanya dapat kapalnya saja,” jelas Menteri Susi.
Lebih mengkhawatirkan lagi, dengan lobi yang kuat dari para pelaku IUU fishing, bisa saja kapal yang diputus untuk disita negara akhirnya dilelang. Hal ini menurutnya membuka kembali celah bagi para pelaku kejahatan perikanan untuk memiliki kembali kapal-kapal mereka untuk dioperasikan lagi.
“Terbukti dari beberapa penangkapan yang kita lakukan, kita menangkap lagi kapal-kapal residivis, kapal-kapal yang sudah kita tangkap 6 bulan lalu atau 1 tahun sebelumnya. (Mereka) melaut lagi, mencuri ikan lagi dengan ABK Vietnam atau Myanmar atau Kamboja yang sama di kapal itu yang sudah kita bebaskan atau kita deportasi. Kalau seperti ini diteruskan, apakah kita kurang kerjaan?” lanjut Menteri Susi.
Oleh karena itu, ia menilai multidoor approach sangat penting untuk dilakukan. Dan untuk menerapkannya dibutuhkan usaha lebih, meninggalkan ego sektoral, melihat secara makro dan general.
Menteri Susi berpendapat, multidoor approach penanganan kejahatan perikanan ini sudah harus dimulai sejak awal penangkapan dan penyidikan. Semua unsur Satgas 115 harus memastikan ini terjadi. Bahkan bila perlu didukung dengan MoU antara KKP dengan kepolisian. “Kita pakai pendekatan TPPU dimulai dengan melibatkan Reskrim,” ujarnya.
“Kejaksaan juga melihatnya jangan hanya dari sisi kejahatan perikanan. Kita wajib sudah menyentuh kepada kejahatan umum. Ada apa di balik ini? Kita pakai semua kemungkinan kejahatan kemanusiaan dan kejahatan keuangannya, finansialnya,” lanjutnya.
Sejak dibentuk, Satgas 115 telah menenggelamkan 516 kapal. Namun yang bisa ditahan hanya nakhoda dan master engineering-nya. Sedangkan beneficial owner-nya belum dapat dimintai pertanggungjawaban. “Keberhasilan yang begitu hebat namun menyimpan ironi yang sangat dalam,” Menteri Susi menyayangkan.
Menteri Susi meminta setiap instansi di bawah naungan Satgas 115 untuk mampu bereksplorasi, memperluas, dan menggali ketentuan hukum yang dapat dijeratkan terhadap pelaku IUU fishing agar bisa dihukum seberat-beratnya.
“Jangan kita hanya melakukan penuntutan dan penyidikan normatif. Para pelaku ini tidak melihat hal-hal normatif. Mereka akan stretch apa yang mungkin. Setiap lubang, loop hole hukum kita akan mereka pakai. Tapi kita yang memiliki kedaulatan, yang memiliki sumber daya ini, justru malah membatasi diri kita dengan ketentuan-ketentuan yang kita buat, yang sebetulnya untuk menaklukan para penjahat ini,” jelasnya.
Ia juga meminta aparat menjunjung tinggi integritas dan kejujuran, dua hal penting untuk mengawal negara menuju pembangunan yang berkelanjutan dan menjadikan bangsa besar dan hebat. “Kita sebagai Apgakum di lapangan harus patuh, disiplin, dan compliance terhadap aturan dan amanah undang-undang negara kita. Tanpa itu, seberapapun besarnya kesatuan penegakan hukum kita, maka kita tidak akan pernah disegani, dihormati, apalagi dipatuhi, apabila dalam melakukan penegakan hukum tidak disertai dengan komitmen, integritas, dan kejujuran.”
"Tambang, minyak, semua sudah terkonsesi. Yang masih bisa diakses oleh rakyat pada umumnya adalah sumber daya alam di laut, di sungai, di danau. Mereka, nelayan-nelayan kecil, harus bisa terus mengakses sumber daya ini,” katanya. Hal ini sesuai dengan amanah Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, di mana seluruh sumber daya alam harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Ia mengatakan, tugas Apgakumlah memastikan akses tersebut terus ada bagi masyarakat. Sumber daya tersebut juga harus dijaga terus produktif dengan mengentaskan segala kegiatan perikanan ilegal dan pengrusakan menuju tata cara perikanan berkelanjutan. Salah satunya dengan menghindari penggunaan portas, trawl, atau pun cantrang dalam kegiatan penangkapan ikan. “Bukan kita Ingin menutup akses bagi nelayan trawl dan lain lain, bukan. Yang kita stop adalah alat tangkapnya, bukan pemiliknya untuk mengakses sumber daya laut. Gantilah alat tangkapnya,” tegasnya.
Sama halnya dengan pemilik kapal ilegal yang tidak pernah tersentuh, supplier portas dan bom untuk penangkapan ikan juga tidak bisa diungkap. Maka, selama supplier dan pengusaha ikan hidup yang banyak menggunakan destructive fishing ini tidak disentuh, ia meyakini selama itu pula akan terjadi perusakan diam-diam seluruh coral reefs (terumbu karang) Indonesia.
Jika pemerintah mampu meyakinkan masyarakat terhadap pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab, ia meyakini sektor perikanan Indonesia akan tumbuh subur. Namun masing-masing daerah tentunya harus dengan gigih melakukan konservasi pembatasan dengan aturan-aturan desa/daerahnya sendiri.
"Ada desa kecil di Demak yang dengan gigih menjaga dan membatasi desanya dari alat tangkap yang merusak ini. Kita harus tahu nilai rajungan yang bisa mereka ekspor mencapai triliunan rupiah per tahun, keuntungan bagi masyarakat. Tapi berapa desa yang punya keberanian seperti itu? Harusnya kita menjadi trigger, menjadi pelindung, supaya lebih banyak desa yang bisa berdaya seperti itu."
Tumbuhnya perikanan Indonesia ini juga dapat dimanfaatkan untuk mengisi peluang ekspor pasar mancanegara. Pasalnya, berdasarkan berita yang beredar, 14.000 metrik ton tuna loin dari Cina menghilang dari pasar Amerika karena Amerika menetapkan import tariff yang sangat besar bagi Cina.
“Supply itu mestinya digantikan oleh ikan- milik perusahaan Indonesia. Namun ini juga PR untuk Karantina, jangan sampai kejadian 2001-2004 terulang kembali. Pada saat udang dari 7 negara itu di kenakan import tariff sampai 100%, 70% oleh Amerika, Indonesia cuma 12%, yang dilakukan oleh bangsa Indonesia adalah memberikan dokumen untuk mengatasnamakan barang Cina itu, barang Thailand itu, barang Vietnam itu, product of Indonesia. Ada kesempatan malah bukan dipakai untuk meningkatkan produksi pertambakan udang kita, namun mengambil jalan pintas jualan dokumen saja. Akhirnya Amerika tahu pun marah. Mereka mengancam akan embargo udang Indonesia,” kenangnya.
“Karantina dan tentunya Polair bisa membantu dalam rangka memastikan pengamanan. Jangan sampai ada impor tuna loin dari Cina untuk dire-ekspor dari Indonesia. Ya sama saja bohong,” imbuhnya.
Ia juga meminta Satgas 115 segera menyelesaikan status hukum beberapa kapal pelaku illegal fishing seperti STS-50, Fu Yuan Yu, dan sebagainya serta mengawal agar kapal pelaku IUU fishing tak kembali beroperasi di Indonesia.
“Terima kasih saya ucapkan atas semua kerja sama, kerja keras, koordinasi, dan effort yang Bapak Ibu semua lakukan dalam mendukung kerja Satgas 115,” tutupnya.
Sementara itu, Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Satgas 115, Wuspo Lukito melaporkan, penyelenggaraan Rakornas Satgas 115 telah berjalan dengan lancar disertai dengan diskusi yang dinamis dan kondusif dalam rangka menemukan alternatif solusi atas permasalahan-permasalahan di lapangan.
“Paparan dan informasi yang diberikan oleh pembicara kunci serta narasumber akan menjadi acuan bagi unsur-unsur Satgas 115 dalam meningkatkan kinerja di lapangan dalam pemberantasan IUU fishing,” pungkasnya.
Sebagai informasi, dalam acara penutupan ini, Menteri Susi juga menyerahkan penghargaan kepada 21 orang yang dianggap berjasa dalam penanganan kasus penangkapan kapal buron Interpol, MV NIKA pada 12 Juli 2019 lalu. Mereka adalah Komandan KRI Patimura, Letkol Laut (P) Mandri Kartono; Komandan KRI Parang, Mayor Laut (P) Robiyanto; Komandan KRI Siwar, Mayor Laut (P) Ricky Intriadi; Nakhoda KP Orca 2, Sutisna Wijayam; Nakhoda KP Orca 3, Muhammad Ma'ruf; Mantan Kepala Pangkalan PSDKP Batam, (Alm) Slamet; Kasi Ops. Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran PSDKP Batam, M. Syamsu Rokhman; Analis Strategi Operasi Kapal Pengawas Direktorat Pengawasan Operasi dan Armada, Moch. Nursalim; Kasubsi Tata Usaha Pangkalan PSDKP Batam, Muslani; Kepala Subseksi Ideologi, Politik, Pertahanan Keamanan, dan Kemasyarakatan Kejari Batam, Samuel Pangaribuan; Kasi Pidana Umum Kejari Batam, Novriadi Andra; Kasubsi Eksekusi dan Eksaminasi Kejari Batam, Karya So Immanuel Gort; Staf Operasi Direktorat Operasi Satgas 115, Kolonel Laut (P) Firman Noegraha; Staf Khusus Satgas 115, Harimuddin; Staf Khsus Satgas 115, Fadilla Octaviani; Paur Visilap Siwassidik Subdit Gakkum Ditpolair Korpolairud Barhakam Polri, Kompol Yuhernawa; Ditpolair Polda Gorontalo, AKP Ishandi Saputra; Panit Riksa Ii Subsiwabprof Sipropam Korpolairud, Ipda Hasan Wijaya; Ditpolair Polda NTT, Aiptu I Nyoman Bagia Utama; Banit Sisidik Subdit Gakkum Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri, Bripka Zaenal, dan; Banit Sisidik Subdit Gakkum Ditpolair Korpolairud Baharkam, Brigadir Deni Irawan.
Lilly Aprilya Pregiwati
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Luar Negeri
Lilly Aprilya Pregiwati
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Luar Negeri
No comments:
Post a Comment